headline mata hatiku

05 March 2009

Kasus Suap Rp 1 miliar Proyek Dephub, KPK Yakin Hadi Tak Sendiri

 
[ Kamis, 05 Maret 2009 ]
Tiga Anggota DPR, Dipanggil Kasus Lain

JAKARTA - Dugaan suap Rp 1 miliar proyek Departemen Perhubungan (Dephub), tampaknya, tidak akan berhenti pada anggota DPR Abdul Hadi Djamal saja. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berupaya mengembangkannya dengan mengungkap seluruh penerima suap dari komisaris PT Kurniadjaja Wirabhakti Hontjo Kurniadjajawan.

''Kami telusuri ke mana saja aliran dana (suap) itu. Beri kami waktu terus bekerja," tegas Ketua KPK Antasari Azhar setelah menemui Ketua Mahkamah Agung (MA) Harifin Tumpa di gedung MA kemarin.

Antasari menargetkan, tim penyidik mendapatkan data seluruh penerima aliran dana itu pekan ini. "Hari-hari ini sudah dapat. Kemudian penyelidikan," ungkap mantan Kapuspenkum Kejagung tersebut.


Wakil Ketua KPK Chandra M. Hamzah mengaku terus menindaklanjuti setiap informasi yang masuk ke meja penyidikan. ''Setelah itu memang banyak informasi masuk. Semuanya kami analisis,'' ungkap Chandra.



Bagaimana para anggota Panitia Anggaran (Panggar) DPR, termasuk Jhony Allen Marbun, yang ikut memutuskan dana proyek senilai Rp 100 miliar? Chandra menegaskan, KPK masih memfokuskan penyidikan terhadap tiga tersangka dulu, yakni Abdul Hadi, pejabat eselon III Dephub Darmawati Dareho, dan Hontjo. "Lihat saja perkembangannya," jelas mantan advokat itu.



Sebelumnya, Abdul Hadi tertangkap tangan setelah diduga menerima suap senilai USD 90 ribu (sekitar Rp 1 miliar) dan Rp 54,5 juta dari Hontjo. KPK menduga anggota DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) itu juga menerima Rp 2 miliar. Bahkan, pada 27 Februari lalu, ditengarai ada penyerahan uang Rp 1 miliar ke kantong Wakil Ketua Panggar DPR Jhony Allen Marbun. Namun, Jhony membantah. Anggota DPR dari Fraksi Demokrat itu membantah mengenal Darmawati dan Hontjo. Jhony juga menegaskan, kasus tersebut tidak terkait dengan posisinya sebagai wakil ketua panggar. Menurut Jhony, tugasnya di panggar sebatas membahas pagu besaran anggaran. ''Kalau sudah soal tender, itu urusan eksekutif. Itu di ujung bos, sewaktu mau pelaksanaan. Panggar tidak sampai teknis begitu,'' tegas Jhony (JP, 4/3).



Chandra kemarin membeber lebih detail peran tersangka Darmawati dan Hontjo. Darmawati adalah sosok yang menghubungkan alias makelar antara Hontjo dan Abdul Hadi. ''Dia itu penghubung saja perannya," ungkap pria murah senyum itu. Sedangkan Hontjo adalah pengusaha di bidang konstruksi yang menjadi langganan menggarap proyek-proyek Dephub. Hontjo adalah komisaris PT Kurniadjaja yang beralamat di Perumahan YKP Tenggilis Mejoyo, Surabaya.



Menurut Chandra, proyek infrastruktur yang dikerjakan PT Kurniadjaja kebanyakan berada di wilayah Indonesia Timur. "Proyek itu belum ditenderkan. Intinya dia ingin dapat proyek kembali dengan cara itu," jelas Chandra. Dia menduga modus suap yang melibatkan Abdul Hadi itu mirip sekali dengan skandal proyek yang menyeret anggota Komisi V DPR Bulyan Royan dengan pengusaha kapal asal Madiun, Dedy Suwarsono.



Anggaran proyek berasal dari dana stimulus APBN yang digerojokkan untuk menggerakkan perekonomian wilayah Indonesia Timur melalui beberapa departemen, termasuk Dephub. Salah satunya melalui pembangunan dermaga dan bandara. Proyek tersebut juga terpecah dalam beberapa paket. Satu di antaranya dipatok anggaran Rp 100 miliar. Anggaran tersebut juga baru saja diputuskan oleh sidang paripurna DPR pekan ini. "Dana stimulus itu baru saja digedok DPR," ungkapnya.



Sementara itu, para anggota Komisi V yang kemarin mendatangi gedung KPK membantah ikut terlibat dalam kasus tersebut. KPK kemarin memang memanggil tiga kolega Abdul Hadi sesama anggota Komisi V. Mereka adalah Ahmad Muqowam, Gunawan Wirosarojo, dan Endang S. Karman. Namun, kedatangan mereka memberikan kesaksian atas perkembangan korupsi kapal patroli untuk tersangka mantan Direktur Kesatuan Patroli Laut dan Pantai Dephub Djoni Algamaar.



Muqowam mengungkapkan belum mengetahui pasti tujuan Abdul Hadi. "Begini, kami belum tahu persis apa yang menjadi tujuan Abdul Hadi Djamal," jelasnya. Dia juga berdalih tidak mengetahui apabila pembahasan anggaran tersebut sudah masuk rencana kerja anggaran dan kelembagaan. "Yang pasti, kami tidak pernah merekomendasikan apa pun terkait proyek itu," jelasnya.



Lain lagi jawaban Gunawan Wirosarojo. Dia beralasan tidak mengetahui perkembangan terkini proyek pengembangan dermaga dan bandarai di wilayah Indonesia Timur itu. "Proyek itu pernah dibahas dalam RDP. Tapi, saya tidak tahu

progress-nya seperti apa," jelasnya. Dia menyebutkan, perbuatan Abdul Hadi itu atas namanya sendiri.

Pernah Mark-Up Proyek

Dirjen Perhubungan Laut (Hubla) Dephub Sunaryo kemarin mengadakan brifing

mendadak menyusul adanya penangkapan anak buahnya, Darmawati. Dalam brifing, dia berpesan agar kasus serupa tidak terulang. ''Kasus yang tengah diusut KPK itu mungkin terkait dengan proyek pendanaan stimulus yang saat ini masih dibahas di DPR,'' ujarnya.



Kasus yang menyeret Abdul Hadi diduga terkait dengan proyek pembangunan sejumlah dermaga di Sulsel, pelabuhan di Selayar, dan bandara di Toraja. Abdul Hadi dikenal ''menguasai'' tiga kawasan tersebut. Selain putra daerah, dia adalah anggota DPR sekaligus caleg DPR dari dapil Sulsel I yang meliputi wilayah itu.



Sunaryo terkesan berhati-hati memberikan pernyataan saat dikonfirmasi proyek mana yang diduga dijadikan ajang suap. Dia hanya memastikan proyek-proyek itu belum ada yang ditenderkan. ''Di antara sekitar 200 proyek tahun ini, ada 90-an proyek yang disusulkan mendapat stimulus. Kami usulkan ke DPR. Tapi, belum satu pun yang disahkan, sehingga belum ada tender yang dilakukan. Bisa jadi salah satunya itu,'' ungkapnya.



Untuk proyek pembangunan dermaga Selayar, kata Sunaryo, nilai stimulus yang diusulkan direktoratnya mencapai Rp 4,9 miliar. Sedangkan nilai usul stimulus untuk proyek pembangunan bandara di Toraja, dia tidak bisa menjelaskan. ''Itu bukan wilayah kami. Itu sudah masuk wilayah Ditjen Perhubungan Udara,'' tegasnya.



Dia menambahkan, karena proyek-proyek pendanaan stimulus tersebut belum disahkan, proses lelang pun belum dirancang. ''Jadi aneh, proyek belum dibayar kok sudah bayar-bayaran. Mungkin pengusaha yang menyuap itu ingin proyek tersebut dia kerjakan,'' paparnya.



Mengingat tugas dan kewenangannya di bagian tata usaha navigasi, lanjut dia, Darmawati diduga kuat bertindak atas kepentingan pribadinya dan tidak terikat dalam struktur organisasi terkait. Darmawati adalah kepala bagian Tata Usaha (TU) Navigasi Ditjen Hubla Dephub di Tanjung Priok.

Berdasar data yang dikumpulkan

Jawa Pos, Hontjo selaku komisaris PT Kurniadjaja merupakan pemain lama dalam tender-tender di Dephub. Track record-nya selama ini tidak terlalu bagus. Pada 2004-2005, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan indikasi penggelembungan anggaran (

markup) pada beberapa proyek pelabuhan di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang diikuti PT Kurniadjaja.

Proyek-proyek itu, antara lain, pembangunan dermaga,

trestle, dan causeway di Pelabuhan Ba'a, Kabupaten Rote Ndao, senilai Rp 8 miliar. Lantas, pembangunan dermaga, causeway, dan pembuatan kubus beton di Pelabuhan Seba (Rp 5,6 miliar); resounding dan reboring pembangunan dermaga Pelabuhan Atapupu (Rp 122,4 miliar); serta proyek pengawasan lanjutan pembangunan fasilitas Pelabuhan Seba/Raijua (Rp 174,7 miliar).



Dalam laporannya, BPK mengungkapkan bahwa telah terjadi kelebihan pembayaran kepada kontraktor Rp 38.326.247,83 atas proyek-proyek tersebut. Terdiri atas, PT Kurniadjaja (Rp 11.051.447,83); CV El Emunah (Rp 6.949.800); dan PT Dian Sentosa (Rp 20.325.000). BPK bahkan meminta agar menteri perhubungan waktu itu (Hatta Radjasa) menegur secara tertulis Pimpro, panitia lelang, dan konsultan pengawas proyek.



Tak Punya IMB

Di Surabaya, Hontjo tidak hanya bermasalah dalam kasus suap. Dia diduga juga bermasalah dengan warga sekitar kantornya di Perumahan Tenggilis Mejoyo, Surabaya. Bahkan, bangunan kantornya ilegal karena tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB).



Saat ditelusuri di lingkungan perumahan tersebut, nama Hontjo relatif terkenal. Beberapa orang yang ditemui mengaku mengetahui pernah mendengar nama tersebut. Beberapa di antara mereka bahkan mengetahui bahwa sebuah gedung berlantai lima adalah milik Hontjo. ''Tapi, orangnya sekarang jarang kelihatan,'' ungkap seorang penjaga warung makan di dekat lokasi tersebut.



Nama Hontjo dikenal tidak hanya karena profesinya sebagai kontraktor, tapi juga permasalahan dengan warga yang sampai saat ini belum terselesaikan. Masalah itu timbul karena warga merasa dirugikan atas pembangunan kantor tersebut.



Awalnya, perselisihan dengan warga terjadi sejak 2006. Saat itu, Hontjo mengubah rumah di Jl Perumahan Tenggilis Mejoyo AI-2 menjadi dua lantai. Karena pembangunan itu, empat rumah di sekelilingnya mengalami kerusakan. Di antaranya, tembok dan lantai retak.



Warga sempat melayangkan protes ke lurah Rungkut dan camat Rungkut. Bahkan, permasalahan itu sempat dibahas di Komisi C DPRD Surabaya pada 18 Juni 2008. Dalam forum tersebut, dewan meminta kepada Hontjo agar pembangunan dihentikan karena ternyata tidak dilengkapi IMB.



''Warga juga minta pembangunan dihentikan karena ganti rugi tidak juga diberikan,'' kata Ketua RT 01/04 Kelurahan Rungkut Biantoro. Menurut dia, permintaan itu sudah ditindaklanjuti melalui banyak pertemuan. Dia sering mengundang Hontjo untuk meredam gejolak warga yang terus menuntut ganti rugi.



Namun, Hontjo tidak pernah hadir saat diundang. Dia hanya mengutus anaknya yang bernama Hadi untuk bertemu warga, lurah, camat, dan hearing dengan anggota dewan. Meski banyak cara telah dilakukan, warga yang rumahnya rusak tidak kunjung diberi ganti rugi. ''Hanya satu rumah yang diberi ganti rugi. Itu pun tidak sepenuhnya. Sisanya tidak,'' tegas Biantoro.



Parahnya, pada 2008, rumah tersebut malah direnovasi dari dua lantai menjadi lima lantai. Saat itulah kerusakan rumah warga semakin parah. Warga pun semakin memprotes dan meminta dihentikan. Padahal, saat itu IMB juga belum diurus.



''Saya tidak tahu mengapa Satpol PP tidak membongkarnya. Padahal, dulu waktu hearing sudah ada perintah bongkar,'' ujarnya.

Sebelum menjadi kantor, gedung itu awalnya merupakan rumah tinggal Hontjo. Namun, dia berpindah rumah tidak jauh dari lingkungan tersebut. Dia menempati sebuah rumah di Blok AN-27 yang juga sekompleks di Perumahan Tenggilis Mejoyo.

Biantoro mengaku, warga juga terganggu oleh hilir mudik kendaraan material saat pembangunan kantor Hontjo. Sebab, posisi kantor itu di ujung jalan yang akses masuknya ditutup. Kendaraan pengangkut material harus melewati pintu gerbang depan yang melintasi banyak perumahan.



Sementara itu, Camat Rungkut Irvan Widyanto saat dikonfirmasi membenarkan adanya hal tersebut. (git/wir/dyn/bay/eko/agm)

sumber http://www.jawapos.com/

0 comments:

Post a Comment

Sampaikan pesan dengan baik. Anda sopan, saya segan. Yang sudi berkomentar di sini, semoga Allah membalas kebaikan Anda. Matur nuwun.

sponsored by

Daftar ke PayPal dan langsung menerima pembayaran kartu kredit.

  ©diotak-atik oleh -- Mas 'NUZ.