headline mata hatiku

08 April 2009

kampanye damai?

Rabu, 08 April 2009 09:22 wib
Opini Pembaca: Kampanye Erotis

Dalam kampanye pemilu 2009 yang baru saja dilaksanakan oleh para simpatisan dan pendukung partai politik peserta pemilu, tampak ada beberapa pelanggaran yang dilakukan. Mulai dari keterlibatan anak-anak di bawah umur, aksi kriminal, pelanggaran lalu lintas, hingga penggunaan artis-artis yang berpakaian seronok.

Keterlibatan artis penyanyi di panggung untuk mendampingi para orator dalam berkampanye, tentunya sah-sah saja. Akan tetapi, bila artis yang tampil berpakaian seronok, tentu saja membuat tanda tanya besar. Hal ini terlihat dari beberapa kampanye di beberapa daerah, terutama artis dangdut.

Para penyanyi dangdut tersebut berpakaian minimalis berjoget aduhai di hadapan ratusan peserta kampanye. Sementara para penonton laki-laki yang kelihatannya mabuk secara tidak sadar terdorong melakukan aksi tidak sopan terhadap penonton perempuan. Pemandangan ini terlihat di beberapa stasiun televisi pada waktu yang lalu sebelum masa tenang kampanye.


Sungguh ironis. Para anggota dewan yang mayoritas menyepakati Undang-undang Pornografi, kendatipun memicu kontroversi, tiba-tiba dengan terbuka menggunakan pertunjukan dangdut erotis untuk menarik dukungan masyarakat. Bagi saya ini merupakan sebuah pelecehan atas nama politik. Kenapa?

Pertama, para calon anggota legislatif (yang semoga terhormat) masih beranggapan, bahwa tayangan erotis merupakan identitas kelompok masyarakat kebanyakan. Padahal, tidak demikian kenyataannya, tidak sedikit dari mereka yang masih memiliki kepedulian moral. Kalaupun mereka terlihat apatis, itu semua dikarenakan kurang diberikan keteladanan.

Kedua, politik semestinya menjanjikan perubahan ke arah lebih baik. Pertunjukkan itu membuktikan bahwa kepekaan calon legislatif untuk melakukan perubahan sangat minim. Sebagai bangsa timur, pertunjukkan semacam itu mestilah dihapuskan, digantikan dengan penampilan yang disesuaikan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Jika politik justru dijadikan alat mengukuhkan status quo erotisme, politik telah disalahgunakan oleh oknum tertentu guna memuluskan tujuan jangka pendek.

Ketiga, para calon legislatif yang menyetujui pertunjukan itu menandai kepribadian mereka. Masih ingat dengan kasus anggota legislatif Golkar yang terlibat hubungan pribadi dengan artis Maria Eva? Ini barangkali fenomena gunung es. Kasus itu merupakan setitik kasus yang diketahui publik selebihnya masih banyak kasus serupa. Ternyata, setelah mengetahui ada pertunjukan erotis, mentalitas erotis masih melekat erat. Ini akan sangat berbahaya ketika mereka sudah memperoleh kekuasaan. Bukan tidak mustahil, kasus Maria Eva terjadi berulang-ulang. Seperti itukah dewan yang diharapkan?

Setelah melihat tayangan itu di televisi, kita menjadi resah dan khawatir sekaligus berharap untuk berdoa kepada Tuhan agar Indonesia terbebas dari virus politik erotis yang merusak moralitas bangsa.

T. DAUD YUSUF
Bukit Duri Selatan, Tebet, JAKARTA SELATAN

(mbs)sumber: okezone.com

0 comments:

Post a Comment

Sampaikan pesan dengan baik. Anda sopan, saya segan. Yang sudi berkomentar di sini, semoga Allah membalas kebaikan Anda. Matur nuwun.

sponsored by

Daftar ke PayPal dan langsung menerima pembayaran kartu kredit.

  ©diotak-atik oleh -- Mas 'NUZ.