headline mata hatiku

27 April 2009

laskar pelangi: for EDITOR'S CHOICE AWARDS 2009

Tanpa pernah disangka para pembuatnya, film Laskar Pelangi menuai kesuksesan yang luar biasa.Mira Lesmana, Riri Riza, Salman Aristo, Andrea Hirata, dan para personel Nidji berkumpul di halaman depan rumah Ridho Hafiedz, gitaris Slank, Senin siang, 30 Maret 2009.

Mereka menyantap nasi padang sambil melepas lelah setelah melalui sesi pemotretan untuk majalah Rolling Stone Indonesia yang memberi mereka Editor’s Choice Awards 2009 untuk kategori The Box Office. Ridho Hafiedz jadi fotografernya. Hari itu, laskar di balik kesuksesan Laskar Pelangi berkumpul.

Mereka punya banyak kesamaan, yaitu sama-sama mengagumi novel Laskar Pelangi, sama-sama saling mengagumi karya masing-masing, dan sama-sama berambut keriting. Hingga tulisan ini dibuat, penonton Laskar Pelangi telah mencapai angka lima juta penonton. Itu melampaui angka film box office tahun lalu, Ayat-ayat Cinta, yang skenarionya juga digarap Aris, panggilan akrab Salman Aristo. Sementara itu, novelnya telah terjual satu juta ek semplar. Andrea, penulis novel Las kar Pelangi, pun berani mengklaim buku bajakannya sudah tiga juta eksemplar.

Namun, Laskar Pelangi tak hanya menaklukkan Indonesia. Film itu sudah diputar di Berlinale (saking banyak peminatnya hingga dibuka dua studio), Hong Kong (rencananya akan disulih suara ke dalam bahasa Canton), Singapura, Los Angeles, Aus tralia, Montreal, Busan, Korea, dan Bar celona di antaranya.

Kenapa ekspektasi awal pada jum lah penonton Laskar Pelangi tak tinggi? Mira: Mungkin begini, ini adalah jenis film yang setelah selesai pun tidak bisa dibilang jadi ditonton banyak orang.. Hari pertama saja kami masih mikir apa ini euforianya saja? Ternyata dari mulut ke mulutnya juga bagus. Alhamdulillah.

Riri: Kami sih selalu merasa tempo film ini bukan tempo film tipikal film sukses karena ada bagian awal yang lambat.Seperti point of attack-nya kok lama baru gerak? Enggak tahu ya, biar bagaimana pun momen anak-anak itu waktu pertama kali muncul sudah penuh drama.

Meskipun ada keraguan temponya lambat, masih tetap dipakai?
Riri: Itu yang paling tepat, dan kami meng edit berulang-ulang. Kami pernah men coba mempercepat tempo nya, tapi soul-nya jadi hilang. Jadi di-undo semua.

Untung sudah zaman undo.
Mira: Terakhir tuh dua jam empat menit. Kami punya durasinya di ba wah dua jam, tapi enggak happy, ra sanya kok kecepetan.Ya ceritanya membutuhkan tempo.

Kalau begitu, kalian sedikit mengambil risiko juga ya?
Mira: (tertawa)
Riri: Tapi, hampir di setiap momen itu ada puncak emosi kecil-kecil. Film ini punya kekuatan. Momen di lima menit pertama, masuk sepuluh menit, lima belas menit. Semuanya ada puncak-puncaknya sendiri. Tapi biar bagaimanapun, film itu ada semacam pola menonton ya.

Mira: Dan anak-anak itu engaging, karakter itu ingin kita ikuti. Kami yakin anakanak itu bermain luar biasa.

Kalau buat Nidji, apa pengaruh dari film ini buat kalian?
Giring: Kami banyak diundang aca ra ber hubungan dengan itu. Malah per nah gua diundang sebagai pembi cara di acara pemuda. Buku itu meng inspirasikan kita. Film itu menginspirasikan kita. Lagu itu juga menginspirasikan banyak orang..

Liriknya terlalu naif. Cinta adalah jawab an dari segalanya.
Giring: Gua penggemar John Lennon, dan dia percaya bahwa semua itu love love love.. Gua pengen bikin lirik sesuatu yang tentang cinta, tapi bukan tentang aku cinta kamu, tapi cinta pada hidup ini. Lagu itu kan bercerita sesuatu tentang kita harus mencintai hidup, seperti apa yang gua simpukan dari Laskar Pelangi.

Apa yang dijadikan pegangan untuk produksi Sang Pemimpi?
Mira: Yang pasti melepas beban sukses Laskar Pelangi. Mulai dari nol lagi. Kalau kami membandingkan, aduh Laskar Pelangi sukses karena ada ini ada ini, aduh enggak deh.

Aris: Kalau gua sih, yang dipakai standarnya saja.. Misalkan, waktu itu kami enggak kompromi dengan skrip, mau sampai kapan pun pokoknya standar itu saja yang dipakai. Karena, hasilnya kan keluar dari standar.

Buat Andrea Hirata, apa arti kesuksesan film Laskar Pelangi?
Andrea: Film Laskar Pelangi membuktikan bahwa, seperti mitos dalam pengertian umum, adaptasi novel dalam film mesti punya hubungan refl ektif. Jadi, rasanya film Indonesia itu naik kelas, pembaca novel Indonesia naik kelas.

Bioskop pernah jadi sarana hiburan, dan belakangan sudah hilang ka rena para pembuat film berpikir kuota. Film dengan kualitas festival selalu identik dengan susah.

Laskar Pelangi memecahkan itu. (M-6) EDITORS’ CHOICE 2009 Para editor majalah Rolling Stone Indonesia se tiap tahun mengadakan ri tual sakral, menelurkan so sok berprestasi yang di anggap layak menerima Rolling Stone Editors’ Choice Awards.

Tahun ini para editor diwakili Adib Hidayat, Ricky Siahaan, Hasief Ardiasyah, Wening Gitomartoyo, Yarra Aristi, Soleh Solihun, Drigo L Tobing, dan Ludmilla Gaffar memilih Laskar Pelangi, Ran, Luna Maya, Pay & Dewiq, Terusik Traxkustik, Sin dentosca, Rinny Noor, The Changcuters, Robin Hutagaol, dan Demajors sebagai pene rima awards.

Mereka kami pilih karena sudah menjadi agents of change di bidang ma sing-masing. Mereka pun sudah menorehkan pres tasi dengan gemilang.
EDITORS’ CHOICE 2009

disunting dari: abdul rohim
sumber: anaxla.pressmart.net


0 comments:

Post a Comment

Sampaikan pesan dengan baik. Anda sopan, saya segan. Yang sudi berkomentar di sini, semoga Allah membalas kebaikan Anda. Matur nuwun.

sponsored by

Daftar ke PayPal dan langsung menerima pembayaran kartu kredit.

  ©diotak-atik oleh -- Mas 'NUZ.