headline mata hatiku

30 January 2009

penjara besar yang melemahkan kita

ditulis oleh: farid wadjdi

Ada pertanyaan berulang ditengah-tengah masyarakat, kenapa kita tidak bisa menghentikan kebiadaban Israel? Kenapa penguasa-penguasa Arab dan negeri Islam lainnya memilih diam? Kenapa PBB yang mengklaim sebagai organisasi internasional malah terkesan menjadi pengamat terhadap keganasan Israel?

Paling tidak ada tiga ‘penjara besar’ yang membuat kita meskipun dengan jumlah penduduk lebih dari 1,5 milyar seluruh dunia lumpuh menghadapi Israel dengan jumlah penduduk total sekitar 5,5 juta jiwa. Pertama adalah nasionalisme dengan sistem negara bangsa (nation state). Dengan sistem negara bangsa, umat Islam yang tadi bersatu dibawah naungan negara Khilafah kemudian dipecah-pecah menjadi negara kecil dan lemah.

Diperparah dengan ide nasionalisme yang menjadi racun yang membunuh persaudaraan dan persatuan umat Islam. Logika nasionalisme selalu mengatakan persoalan luar negeri seperti Palestina, Irak, Afghanistan bukan persoalan kita, kita lebih baik memikirkan kepentingan nasional kita saja !


Justru sikap ini yang membuat kita lemah dan membuat negara-negara kafir penjajah berbuat seenaknya terhadap umat Islam. mereka tidak khawatir secara bergilirian menyerang negeri-negeri Islam. Setelah Afghanistan, Irak, Palestina, maka bukan mustahil berikutnya Suriah, Iran atau negera manapun yang menantang Amerika. Mereka tahu negara-negara muslim lainnya akan diam.

Ini tidak akan terjadi kalau negara-negara kafir itu melihat umat Islam menganggap dirinya bagaikan satu tubuh seperti yang digambarkan oleh hadist Rosulullah saw “kal jasadil wahid”. Kalau umat Islam bersatu, satu negeri Islam diserang, seluruh negeri Islam akan mengirim jutaan tentaranya yang didukung umat Islam yang rindu syahid fi sabilillah untuk membebaskan saudaranya.

Kita bisa bayangkan, menghadapi Hamas di Palestina, Hizbullah di Lebanon Selatan, dan mujahidin Irak dan Afghanistan , saja mereka sudah kewalahan. Apalagi kalau negara-negara penjajah itu menghadapi puluhan juta tentara Islam dengan persenjataan mereka yang tentu lebih canggih. Pastilah musuh-musuh Allah Swt akan ketakutan. Apalagi yang mendorong tentara-tentara Islam itu bukanlah kekuatan materi tapi aqidah Islam. Tentara Islam akan menjadi tentara yang ditakuti oleh lawan. Bagi tentara Islam yang rindu syahid, kecintaan kepada kematian dijalan Allah swt akan mengalahkan kecintaan kepada dunia tentara-tentara musuh.

Penjara besar kedua adalah penguasa-penguasa negeri Islam yang berkhianat pada Allah swt, Rosulululah saw dan umat Islam. Penguasa umat Islam sekarang sebagian besar adalah antek-antek Amerika Serikat , kaki tangan penjajah, yang lebih memilih berkhidmat kepada penjajah dari pada melindungi dan melayani umat Islam. Padahal Rosulullah saw telah mengingatkan fungsi utama pemimpin adalah melindungi umatnya. Pemimpin adalah perisai (al junnah).

Israel, Amerika Serikat, dan negara-negara penjajah lainnya tidak akan seenaknya membunuh umat Islam, kalau mereka tahu ada penguasa Islam yang menjadi pelindung umat yang akan membela rakyatnya. Pemimpin Negara seperti Rosulullah saw yang menghukum mati Yahudi Bani Qainuqo yang membunuh seorang rakyatnya dan mengusir keluar mereka keluar Madinah.

Rosulullah saw juga mengirim pasukan Islam untuk mengepung Yahudi Bani Quraizhah selama 25 hari dan menghukum mati para pengkhianat. Pasalnya, bangsa pengkhianat ini, telah berkaolisi dengan musuh Daulah Islam dalam perang Ahzab. Begitulah sikap pemimpin yang kemudian diikuti oleh Khalifah Mu’tashim Billah saat memerangi pasukan adi daya Romawi yang telah menodai kehormatan wanita muslimah.

Penjara ketiga, adalah sistem internasional saat ini yang dipimpin oleh Amerika Serikat dengan ideolog Kapitalismenya. AS dan sekutunya kemudian membuat hukum internasional dan membentuk lembaga-lembaga internasional yang digunakan sebagai alat kepentingan negara-negara penjajah. PBB digunakan untuk melegalisasi penjajahan terhadap Irak dan Afghanistan.

Lewat organisasi ini dikirimlah tentara dari berbagai negara untuk menduduki Irak dan Afghanistan. Sebaliknya, tentara-tentara dari negeri Islam berlindung dibelakang PBB untuk tidak membantu saudaranya yang dibantai. Alasannya, tidak ada perintah dari PBB, tentara hanya dikirim lewat PBB.Jadilah PBB mandul untuk menyelamatkan kaum muslimin di Palestina. Banyak resolusi PBB diabaikan oleh Israel .Resolusi yang mengutuk Israelpun sering diveto oleh AS.Dengan tidak mendapat mandat dari PBB , penguasa negeri-negeri muslim tidak mengirimkan tentaranya membebaskan Palestina. Padahal sudah sangat jelas PBB tidak akan mengirim pasukan perang yang bisa merugikan kepentingan Israel, meskipun hanya sedikit.

Penghancuran penjara itu hanya bisa dilakukan dengan membentuk kembali Khilafah Islam, sebuah sistem pemerintahan Islam yang berdasarkan manhaj nubuwah. Dengan tegaknya sistem Islam penguasa-penguasa pengkhianat itu akan tumbang. Digantikan oleh Kholifah yang adil dan melindungi rakyat. Khilafah akan menyatukan negeri-negeri Islam bukan berdasarkan kebangsaannya tapi atas dasar aqidah Islam. Khilafah juga akan mengimbangi dan menggantikan dominasi negara-negara Kapitalis saat ini yang dipimpin AS. Tatanan internasional akan dipimpin oleh Khilafah Islam yang akan memberikan kesejahteraan dan keamanan bagi umat manusia seluruh dunia.


Read more...

golput haram?

[Al-Islam 440] Kontroversi di seputar usulan fatwa haramnya golput dalam Pemilu—yang pernah dilontarkan oleh Ketua MPR Hidayat Nurwahid beberapa waktu lalu—tampaknya direspon Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dalam Ijtimaa Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia III yang diselenggarakan 23-26 Januari 2009 lalu di Padang Panjang Sumatera Barat, golput menjadi salah satu agenda pembahasan; selain sejumlah masalah seperti kasus penikahan dini, senam yoga, rokok, bank mata dan organ tubuh lainnya serta sejumlah UU.

Terkait dengan golput dalam Pemilu, Ijtima Ulama yang dihadiri oleh 700 ulama dan cendekiawan tersebut menghasilkan sebuah kesimpulan (baca: fatwa), bahwa golput hukumnya haram. “Golput haram bila masih ada calon yang amanah dan imarah, apapun partainya,” papar Humas MUI, Djalal (Kompas, 27/1/2009). Ini karena, menurut Sekretaris Umum MUI Pusat Ichwan Syam, “Pemilihan umum dalam pandangan Islam adalah upaya untuk memilih pemimpin atau wakil yang memenuhi syarat-syarat ideal bagi terwujudnya cita-cita bersama sesuai dengan aspirasi umat dan kepentingan bangsa.” (Republika, 27/1/2009).

Namun, pandangan berbeda dikemukakan Dr. Sofjan S. Siregar. Ia menyatakan bahwa fatwa MUI yang mengharamkan golput adalah sebuah ‘blunder ijtihad’ dalam sejarah perfatwaan MUI. Justru mengharamkan golput itu hukumnya haram. “Sampai detik ini, saya gagal menemukan referensi dan rujukan serta dasar istinbath para ulama yang membahas masalah itu,” ujar Sofjan, doktor syariah lulusan Khartoum University, direktur ICCN, Ketua ICMI Orwil Eropa dan dosen Universitas Islam Eropa di Rotterdam. “Oleh sebab itu, saya menyerukan kepada pematwa dan peserta rapat MUI yang terlibat dalam ‘manipulasi politik fatwa golput’ untuk bertobat dan minta maaf kepada umat Islam Indonesia, karena terlanjur membodohi umat,” tandas Sofjan (Detik.com, 27/1/2009).


Pengamat politik Indobarometer M. Qodari bahkan menilai, dengan fatwa tersebut MUI telah melanggengkan bobroknya sistem politik di Indonesia. “Kalau mereka dilarang untuk golput, hal itu justru menjustifikasi sistem politik yang tidak baik. Fatwa harusnya menganjurkan pada kebaikan,” jelas Qodari (Detik.com, 26/1/2009).

Komentar tajam juga dilontarkan oleh pengamat politik dan ekonomi, Ichsanuddin Noorsy. Menurut Noorsy, MUI tidak konsisten dalam berpijak mengeluarkan fatwanya. Sebab, Pemilu yang dilakukan dengan basis individual atau demokrasi liberal merupakan pemikiran Barat. Karenanya, Noorsy menambahkan, alasan dan argumen rasional MUI lemah. “Fatwa MUI kali ini pun gagal merujuk al-Quran dan Hadis. Kalau fatwa ini mempertimbangkan kebaikan, berarti MUI mengabaikan kebenaran ajaran dan kecerdasan masyarakat,” tegasnya. (Detik.com, 27/01/2009)

Jika demikian, bagaimana sesungguhnya Pemilu—juga kedudukan golput—dalam pandangan hukum Islam?
Hukum Pemilu Menurut Syariah

Pemilu di Indonesia saat ini ditujukan untuk: 1) Memilih wakil rakyat yang akan duduk di DPR/Parlemen; 2) Memilih penguasa.

1. Memilih wakil rakyat.

Dalam pandangan hukum Islam, Pemilu untuk memilih wakil rakyat merupakan salah satu bentuk akad perwakilan (wakalah). Hukum asal wakalah adalah mubah (boleh). Dalilnya antara lain: Pertama, hadis sahih penuturan Jabir bin Abdillah ra. yang berkata: Aku pernah hendak berangkat ke Khaibar. Lalu aku menemui Nabi saw. Beliau kemudian bersabda:

إِذَا أَتَيْتَ وَكِيْلِيْ بِخَيْبَرَ فَخُذْ مِنْهُ خَمْسَةَ عَشَرَ وَسَقًا
Jika engkau menemui wakilku di Khaibar, ambillah olehmu darinya lima belas wasaq (HR Abu Dawud).

Kedua, dalam Baiat ‘Aqabah II, Rasulullah saw. pernah meminta 12 wakil dari 75 orang Madinah yang menghadap kepada Beliau saat itu. Keduabelas wakil itu dipilih oleh mereka sendiri.
Wakalah itu sah jika semua rukun-rukunnya dipenuhi. Rukun-rukun tersebut adalah: adanya akad (ijab-qabul); dua pihak yang berakad, yaitu pihak yang mewakilkan (muwakkil) dan pihak yang mewakili (wakîl); perkara yang diwakilkan; serta bentuk redaksi akad perwakilannya (shigat tawkîl). Semuanya tadi harus sesuai dengan syariah Islam.

Menyangkut Pemilu untuk memilih wakil rakyat, yang menjadi sorotan utama adalah perkara yang diwakilkan, yakni untuk melakukan aktivitas apa akad perwakilan itu dilaksanakan. Dengan kata lain, apakah aktivitas para wakil rakyat itu sesuai dengan syariah Islam atau tidak. Jika sesuai dengan syariah Islam maka wakalah tersebut boleh dilakukan. Sebaliknya, jika tidak sesuai maka wakalah tersebut batil dan karenanya haram dilakukan.

Sebagaimana diketahui, paling tidak, ada 2 (dua) fungsi utama wakil rakyat di DPR/Parlemen. Pertama: melegislasi UUD/UU. Berkaitan dengan fungsi legislasi ini, tidak ada pilihan lain bagi kaum Muslim dalam mengatur kehidupan pribadi, masyarakat, dan negaranya kecuali dengan menggunakan syariah Allah SWT (Lihat, misalnya: QS Yusuf [12]: 40; QS an-Nisa [4]: 65; QS al-Ahzab [33]: 36). Oleh karena itu, setiap aktivitas pembuatan perundang-undangan yang tidak merujuk pada wahyu Allah (al-Quran dan as-Sunnah) merupakan aktivitas menyekutukan Allah SWT (Lihat: QS at-Taubah [9]: 31). Pelakunya juga bisa terkategori kafir, fasik atau zalim (Lihat: QS al-Maidah [5]: 44; 45; 47).

Dalam Islam, kedaulatan hanyalah milik Allah, bukan milik rakyat sebagaimana yang terdapat dalam sistem demokrasi. Artinya, yang diakui dalam Islam adalah ‘kedaulatan syariah’, bukan kedaulatan rakyat. Ini berarti, dalam Islam, hanya Allahlah yang berhak menentukan halal-haram, baik-buruk, haq-batil, serta terpuji-tercela; bukan manusia (yang diwakili oleh para wakil rakyat) sebagaimana dalam sistem demokrasi. Allah SWT berfirman:

]إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ ِللهِ[
Hak membuat hukum itu hanyalah milik Allah (QS Yusuf [12]: 40)

Karena itu, hukum wakalah dalam konteks membuat dan melegalisasikan UU yang tidak bersumber pada syariah, atau hukum Allah, jelas tidak boleh.

Kedua: fungsi pengawasan. Menyangkut fungsi pengawasan DPR/Parlemen—berupa koreksi dan kritik terhadap pemerintah/para penguasa atau UU yang digodok dan dihasilkan oleh DPR—jelas hukumnya wajib secara syar’i. Fungsi tersebut terkategori ke dalam aktivitas amar makruf nahi munkar, yang wajib dilakukan oleh setiap Muslim, terlebih para wakil rakyat.
Jadi, dalam pandangan hukum Islam, Pemilu untuk memilih para wakil rakyat hukumnya dikembalikan kepada dua fungsi yang mereka mainkan di atas.

2. Memilih penguasa.

Adapun dalam konteks memilih penguasa, Islam memiliki pandangan tersendiri yang berbeda dengan pandangan politik demokrasi sekular. Dalam sistem politik Islam, aktivitas memilih dan mengangkat penguasa (imam/khalifah) untuk melaksanakan hukum-hukum Islam bukan hanya boleh, bahkan wajib. Sebab, imam/khalifah tersebut diangkat dalam rangka menjalankan hukum-hukum syariah dalam negara, dan ketiadaan imam/khalifah akan menyebabkan tidak terlaksanakan hukum-hukum syariah tersebut.

Adapun dalam sistem demokrasi, Pemilu untuk memilih penguasa adalah dalam rangka menjalankan sistem sekular, bukan sistem Islam. Karena itu, status Pemilu Legislatif tidak sama dengan Pemilu Eksekutif. Dalam konteks Pemilu Legislatif, status Pemilu tersebut merupakan akad wakalah sehingga berlaku ketentuan sebelumnya. Namun, dalam konteks Pemilu Eksekutif, statusnya tidak bisa lagi disamakan dengan status akad wakalah, melainkan akad ta’yîn wa tanshîb (memilih dan mengangkat) untuk menjalankan hukum-hukum tertentu. Dalam hal ini statusnya kembali pada hukum apa yang hendak diterapkan. Jika hukum yang diterapkan adalah hukum Islam maka memilih penguasa bukan saja mubah/boleh, melainkan wajib. Demikian juga sebaliknya.
Tinjauan Politik

Selain tinjauan dari segi syariah, Pemilu (khususnya dalam memilih para wakil rakyat) dan fenomena golput juga bisa ditinjau dari kacamata politik. Dalam hal ini, Jubir HTI, HM Ismail Yusanto, berpandangan: Pertama, UU Pemilu sendiri menyebut bahwa memilih itu hak, bukan kewajiban. Jadi, bagaimana mungkin hak itu dihukumi haram ketika orang itu tidak mengambilnya. Lagipula, memilih untuk tidak memilih itu berarti juga memilih. Jadi, fatwa haram golput itu sendiri secara filosofis bermasalah.

Kedua, sekarang ini berkembang fenomena golput di mana-mana. Dalam Pilkada itu golput sampai 45%-47%. Ini angka yang sangat tinggi. Itu harus dipahami secara lebih mendalam. Jangan-jangan itu merupakan cerminan dari ketidakhirauan masyarakat karena mereka melihat bahwa proses politik (Pemilu) itu tidak memberikan pengaruh apa-apa terhadap kehidupan mereka.

Ketiga, ketika orang tidak menggunakan pilihan politiknya tidak bisa dikatakan bahwa dia apolitik. Sebab, boleh jadi hal itu didasarkan pada pengetahuan politik dan sikap politik; bahwa dia tidak mau terus-menerus terjerumus dalam sistem sekular yang terbukti bobrok ini.

Keempat, terkait dengan Hizbut Tahrir, Hizb memandang bahwa aktivitas politik itu tidak berarti mengharuskan Hizb ada di parlemen. Mengoreksi penguasa adalah bagian aktivitas politik. Mendidik umat dengan pemikiran dan hukum-hukum Islam juga merupakan aktivitas politik. Selama ini, itulah di antara yang telah, sedang dan akan terus-menerus dilakukan oleh Hizb (Hizbut-tahrir.or.id, 27/1/2009).
Sikap Kaum Muslim Seharusnya

Berdasarkan penjelasan di atas, sikap yang harus ditunjukkan oleh setiap Muslim adalah:

* Tidak memilih calon/partai manapun yang nyata-nyata tidak sungguh-sungguh memperjuangkan tegaknya syariah Islam, apalagi sampai mengokohkan sistem sekular saat ini.
* Berjuang secara serius dan terus-menerus untuk menerapkan syariah Islam dan mengubah sistem sekular ini menjadi sistem Islam dengan metode yang telah digariskan oleh Rasulullah saw., yaitu melalui pergulatan pemikiran (as-shirâ’ al-fikri) dan perjuangan politik (al-kifâh as-siyâsi). Perjuangannya itu diwujudkan dengan mendukung individu, kelompok, jamaah, dan partai politik yang nyata dan konsisten berjuang demi tegaknya Khilafah dan diterapkannya syariah Islam.
* Secara sendiri-sendiri atau bersama tetap melakukan kritik dan koreksi terhadap para penguasa dan wakil rakyat atas setiap aktivitas dan kebijakan mereka yang bertentangan dengan syariah Islam.
* Tidak terpengaruh oleh propaganda orang-orang atau kelompok tertentu yang menyatakan bahwa mengubah sistem sekular dan mewujudkan sistem Islam mustahil dilakukan. Sebab, kaum Muslim pasti bisa melakukan perubahan jika berusaha keras, sungguh-sungguh, dan ikhlas karena Allah dalam berjuang. Allah pasti akan menolong orang yang menolong (agama)-Nya, termasuk merealisasikan tegaknya Khilafah bagi kaum Muslim untuk melanjutkan kembali kehidupan Islam (isti’nâfu al-hayâh al- Islâmiyah) melalui penerapan syariah Islam di dalam negeri dan mengemban risalah Islam ke seluruh dunia. Di bawah naungan Khilafah pula, umat Islam di seluruh dunia akan dapat disatukan kembali sekaligus menjadi umat terbaik, dan Islam pun akan menjadi pemenang atas semua agama dan ideologi sekalipun orang-orang kafir membencinya. Allah SWT berfirman:

]وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ بِنَصْرِ اللهِ [
Pada hari itu bergembiralah orang-orang Mukmin karena pertolongan Allah (QS ar-Rum [30]: 4-6)

Read more...

29 January 2009

demi palestina, sultan hidup merana

Oleh: Aidil Heryana, S.Sosi

dakwatuna.com - “Anakku, ayah melihat orang-orang di sini sudah mulai memuji paras cantikmu. Maka mulai hari ini ayah ingin kamu sudah mengenakan hijab dengan sempurna, karena kamu sudah menjadi wanita dewasa sekarang.” Untaian kata penuh kasih sayang itu dituturkan dengan suara lembut oleh Sultan Abdul Hamid II kepada anaknya Aishah saat mereka tengah melintas di depan Masjid Hamidiye Yildiz yang terletak tidak jauh dari pintu masuk istananya.

Di depan masjid ini, terlalu banyak kisah yang memilukan hati menimpa diri dan keluarga Sultan. Percobaan pembunuhan dengan meletakkan bom di dalam kereta kuda Sultan. Pengeboman itu terjadi berselang beberapa saat usai shalat Jumat. Allah masih menghendaki Sultan Abdul Hamid tetap bertakhta memimpin umat. Upaya menghabisi nyawa orang nomor satu di dunia Islam itu kandas.

Di depan istana ini, Sultan sering melaksanakan shalat dan keluar menyapa rakyat yang selalu dekat di hatinya.

Di situ juga, Sultan sesekali menunggang kuda ditemani anaknya Aishah, sambil menitahkan arti penting menegakkan syariah bagi muslimah. Sejak saat itu anaknya mutahajibah (berhijab) sempurna, ini menandakan putrinya Aishah Osmanuglu telah memasuki usia aqil baligh.


Istana Yildiz yang terbuat dari kayu ini adalah tempat tinggal pilihan Sultan Abdul Hamid II, setelah beliau meninggalkan segala bentuk kemewahan kaum keluarganya yang sebelum ini di Istana Dolmabahce.

Sultan Abdul Hamid II, lahir pada hari Rabu, 21 September 1842. Dengan nama lengkap Abdul Hamid Khan II bin Abdul Majid Khan. Sultan adalah putra Abdul Majid dari istri kedua beliau. Ibunya meninggal saat Abdul Hamid berusia 7 tahun. Sultan menguasai bahasa Turki, Arab, dan Persia. Senang membaca dan bersyair.

Sebelumnya kekhalifahan dipimpim pamannya yaitu Abdul Aziz yang berkuasa cukup lama. Sultan Abdul Aziz digulingkan kemudian dibunuh oleh musuh politik Khilafah Utsmaniyyah. Khalifah setelah Abdul Aziz adalah Sultan Murad V, putra Abdul Aziz. Namun kekuasaannya tidak berlangsung lama dan digulingkan setelah 93 hari berkuasa karena dianggap tidak becus menjadi khalifah.

Sultan Abdul Aziz mewariskan negara dalam kondisi yang carut marut. Tunggakkan hutang luar negeri, parlemen yang mandul, campur tangan asing di dalam negeri, tarik menarik antar berbagai kepentingan Dewan Negara dan Dewan Menteri serta birokrat-birokrat yang korup.

Pada 41 Agustus 1876 (1293 H), Sultan Abdul Hamid dibai’at sebagai Khalifah. Saat itu usianya 34 tahun. Dia menyadari bahwa pembunuhan pamannya serta perubahan-perubahan kekuasaan yang terjadi saat itu merupakan konspirasi global melawan Khilafah Islamiyah. Namun Sultan Abdul Hamid II dapat menjalankan roda pemerintahannya dengan baik, sering berbicara dengan berbagai lapisan masyarakat, baik birokrat, intelektual, rakyat jelata maupun dari kelompok-kelompok yang kurang disukainya (lihat Shaw, 1977:212).

Kebijaksanaannya untuk mengayomi seluruh kaum Muslimin membuat ia populer. Namanya sering disebut dalam doa-doa di setiap shalat jumat diseantero bumi. Penggalangan kekuatan kaum Muslimin dan kesetiaan mereka terhadap Sultan Abdul Hamid II ini berhasil mengurangi tekanan Eropa terhadap Utsmaniyyah.

Abdul Hamid mengemban amanah dengan memimpin sebuah negara adidaya yang luasnya membentang dari timur dan barat. Di tengah situasi negara yang genting dan kritis. Beliau menghabiskan 30 tahun kekuasaan sebagai Khalifah dengan dikelilingi konspirasi, intrik, fitnah dari dalam negeri sementara dari luar negeri ada perang, revolusi, dan ancaman disintegrasi dan tuntutan berbagai perubahan yang senantiasa terjadi.

Termasuk upaya-upaya sistematis yang dilakukan kaum Yahudi untuk mendapatkan tempat tinggal permanen di tanah Palestina yang masih menjadi bagian dari wilayah kekhalifahan Utsmaniyyah. Berbagai langkah dan strategi dilancarkan oleh kaum Yahudi untuk menembus dinding khilafah Utsmaniyyah, agar mereka dapat memasuki Palestina.

Pertama, pada tahun 1892, sekelompok Yahudi Rusia mengajukan permohonan kepada sultan Abdul Hamid, untuk mendapatkan ijin tinggal di Palestina. Permohonan itu dijawab sultan dengan ucapan “Pemerintan Ustmaniyyah memberitahukan kepada segenap kaum Yahudi yang ingin hijrah ke Turki, bahwa mereka tidak akan diijinkan menetap di Palestina”, mendengar jawaban seperti itu kaum Yahudi terpukul berat, sehingga duta besar Amerika turut campur tangan.

Kedua, Theodor Hertzl, penulis Der Judenstaat (Negara Yahudi), founder negara Israel sekarang, pada tahun 1896 memberanikan diri menemuai Sultan Abdul Hamid sambil meminta ijin mendirikan gedung di al Quds. Permohonan itu dijawab sultan “Sesungguhnya imperium Utsmani ini adalah milik rakyatnya. Mereka tidak akan menyetujui permintaan itu. Sebab itu simpanlah kekayaan kalian itu dalam kantong kalian sendiri”.

Melihat keteguhan Sultan, mereka kemudian membuat strategi ketiga, yaitu melakukan konferensi Basel di Swiss, pada 29-31 agustus 1897 dalam rangka merumuskan strategi baru menghancurkan Khilafah Ustmaniyyah.

Karena gencarnya aktivitas Yahudi Zionis akhirnya Sultan pada tahun 1900 mengeluarkan keputusan pelarangan atas rombongan peziarah Yahudi di Palestina untuk tinggal disana lebih dari tiga bulan, paspor Yahudi harus diserahkan kepada petugas khilafah terkait. Dan pada tahun 1901 Sultan mengeluarkan keputusan mengharamkan penjualan tanah kepada Yahudi di Palestina.

Pada tahun 1902, Hertzl untuk kesekian kalinya menghadap Sultan Abdul Hamid untuk melakukan risywah (Menyogok). Diantara risywah yang disodorkan Hertzl kepada Sultan adalah :

1. 150 juta poundsterling Inggris khusus untuk Sultan.

2. Membayar semua hutang pemerintah Ustmaniyyah yang mencapai 33 juta poundsterling Inggris.

3. Membangun kapal induk untuk pemerintah, dengan biaya 120 juta Frank

4. Memberi pinjaman 5 juta poundsterling tanpa bunga.

5. Membangun Universitas Ustmaniyyah di Palestina.

Semuanya ditolak Sultan, bahkan Sultan tidak mau menemui Hertzl, diwakilkan kepada Tahsin Basya, perdana menterinya, sambil mengirim pesan, “Nasihati Mr Hertzl agar jangan meneruskan rencananya. Aku tidak akan melepaskan walaupun sejengkal tanah ini (Palestina), karena ia bukan milikku. Tanah itu adalah hak umat Islam. Umat Islam telah berjihad demi kepentingan tanah ini dan mereka telah menyiraminya dengan darah mereka. Yahudi silakan menyimpan harta mereka. Jika Khilafah Utsmaniyah dimusnahkan pada suatu hari, maka mereka boleh mengambil Palestina tanpa membayar harganya. Akan tetapi, sementara aku masih hidup, aku lebih rela menusukkan pedang ke tubuhku daripada melihat Tanah Palestina dikhianati dan dipisahkan dari Khilafah Islamiyah. Perpisahan adalah sesuatu yang tidak akan terjadi. Aku tidak akan memulai pemisahan tubuh kami selagi kami masih hidup.”

Sejak saat itu kaum Yahudi dengan Zionisme melancarkan gerakan untuk menumbangkan Sultan. Dengan menggunakan jargon-jargon “liberation”, “freedom”, dan sebagainya, mereka menyebut pemerintahan Abdul Hamid II sebagai “Hamidian Absolutism”, dan sebagainya.

“Sesungguhnya aku tahu, bahwa nasibku semakin terancam. Aku dapat saja hijrah ke Eropa untuk menyelamatkan diri. Tetapi untuk apa? Aku adalah Khalifah yang bertanggungjawab atas umat ini. Tempatku adalah di sini. Di Istanbul!” Tulis Sultan Abdul Hamid dalam catatan hariannya.

Malam itu, 27 April 1909 Sultan Abdul Hamid dan keluarganya kedatangan beberapa orang tamu tak diundang. Kedatangan mereka ke Istana Yildiz menjadi catatan sejarah yang tidak akan pernah terlupakan. Mereka mengatasnamakan perwakilan 240 anggota Parlemen Utsmaniyyah—di bawah tekanan dari Turki Muda—yang setuju penggulingan Abdul Hamid II dari kekuasaannya. Senator Sheikh Hamdi Afandi Mali mengeluarkan fatwa tentang penggulingan tersebut, dan akhirnya disetujui oleh anggota senat yang lain. Fatwa tersebut terlihat sangat aneh dan setiap orang pasti mengetahui track record perjuangan Abdul Hamid II bahwa fatwa tersebut bertentangan dengan realitas di lapangan.

Keempat utusan itu adalah Emmanuel Carasso, seorang Yahudi warga Italia dan wakil rakyat Salonika (Thessaloniki) di Parlemen Utsmaniyyah (Meclis-i Mebusan) melangkah masuk ke istana Yildiz. Turut bersamanya adalah Aram Efendi, wakil rakyat Armenia, Laz Arif Hikmet Pasha, anggota Dewan Senat yang juga panglima militer Utsmaniyyah, serta Arnavut Esat Toptani, wakil rakyat daerah Daraj di Meclis-i Mebusan.

“Bukankah jam-jam seperti ini adalah waktu dimana aku harus menunaikan kewajibanku terhadap keluarga. Tidak bisakah kalian bicarakan masalah ini besok pagi?” Sultan Abdul Hamid tidak leluasa menerima kedatangan mereka yang kelihatannya begitu tiba-tiba dan mendesak. Tidak ada simpati di raut wajah mereka.

“Negara telah memecat Anda!” Esat Pasha memberitahu kedatangannya dengan nada angkuh. Kemudian satu persatu wajah anggota rombongan itu diperhatikan dengan seksama oleh Sultan.

“Negara telah memecatku, itu tidak masalah,…. tapi kenapa kalian membawa serta Yahudi ini masuk ke tempatku?” Spontan Sultan marah besar sambil menundingkan jarinya kepada Emmanuel Carasso.

Sultan Abdul Hamid memang kenal benar siapa Emmanuel Carasso itu. Dialah yang bersekongkol bersama Theodor Herzl ketika ingin mendapatkan izin menempatkan Yahudi di Palestina. Mereka menawarkan pembelian ladang milik Sultan Abdul Hamid di Sancak Palestina sebagai tempat pemukiman Yahudi di Tanah Suci itu. Sultan Abdul Hamid menolaknya dengan tegas, termasuk alternatif mereka yang mau menyewa tanah itu selama 99 tahun.

Pendirian tegas Sultan Abdul Hamid untuk tidak mengizinkan Yahudi bermukim di Palestina, telah menyebabkan Yahudi sedunia mengamuk. Harganya terlalu mahal. Sultan Abdul Hamid kehilangan takhta, dan Khilafah disembelih agar tamat riwayatnya.

Jelas terlihat bahwa saat tersebut adalah saat pembalasan paling dinanti oleh Yahudi, dimana Abdul Hamid II yang telah menolak menjual Palestina pada mereka, telah mereka tunjukkan di depan muka Abdul Hamid II sendiri bahwa mereka turut ambil bagian dalam penggulingannya dari kekuasaan. Mendung menggelayuti wajah Abdul Hamid II dan wajah Khilafah Islamiyah.

“Sesungguhnya aku sendiri tidak tahu, siapakah sebenarnya yang memilih mereka ini untuk menyampaikan berita penggulinganku malam itu.” Sultan Abdul Hamid meluapkan derita hatinya di dalam catatan hariannya.

Rencana menggulingkan Sultan sebenarnya sudah disiapkan lama sebelum malam itu. Beberapa Jumat belakangan ini, nama Sultan sudah tidak disebut lagi di dalam khutbah-khutbah.

“Walaupun Anda dipecat, kelangsungan hidup Anda berada dalam jaminan kami.” Esat Pasha menyambung pembicaraan.

Sultan Abdul Hamid memandang wajah puteranya Abdul Rahim, serta puterinya yang terpaksa menyaksikan pengkhianatan terhadap dirinya. Malang sungguh anak-anak ini terpaksa menyaksikan kejadian yang memilukan malam itu.

“Bawa adik-adikmu ke dalam.” Sultan Abdul Hamid menyuruhh Amir Abdul Rahim membawa adik-adiknya ke dalam kamar.

“Aku tidak membantah keputusanmu. Cuma satu hal yang kuharapkan. Izinkanlah aku bersama keluargaku tinggal di istana Caragan. Anak-anakku banyak. Mereka masih kecil dan aku sebagai ayah perlu menyekolahkan mereka.” Sultan Abdul Hamid meminta pertimbangan. Sultan sadar akan tidak ada gunanya membantah keputusan yang dibawa rombongan itu. Itulah kerisauan terakhir Sultan Abdul Hamid. Membayangkan masa depan anak-anaknya yang banyak. Sembilan laki-laki dan tujuh perempuan.

Permintaan Sultan Abdul Hamid ditolak mentah-mentah oleh keempat orang itu. Malam itu juga, Sultan bersama para anggota keluarganya dengan hanya mengenakan pakaian yang menempel di badan diangkut di tengah gelap gulita menuju ke Stasiun kereta api Sirkeci. Mereka digusur pergi meninggalkan bumi Khilafah, ke istana kumuh milik Yahudi di Salonika, tempat pengasingan negara sebelum seluruh khalifah dimusnahkan di tangan musuh Allah.

Khalifah terakhir umat Islam, dan keluarganya itu dibuang ke Salonika, Yunani. Angin lesu bertiup bersama gerimis salju di malam itu. Pohon-pohon yang tinggal rangka, seakan turut sedih mengiringi tragedi memilukan itu.

Di Eminonu, terlihat Galata di seberang teluk sedih. Bukit itu pernah menyaksikan kegemilangan Sultan Muhammad al-Fatih dan tentaranya yang telah menarik 70 kapal menyeberangi bukit itu dalam tempo satu malam. Mereka menerobos teluk Bosphorus yang telah dirantai pintu masuknya oleh Kaisar Constantinople. Sejarah itu sejarah gemilang. Tak akan pernah hilang.

Terhadap peristiwa pemecatannya, Sultan Abdul Hamid II mengungkap kegundahan hatinya yang dituangkan dalam surat kepada salah seorang gurunya Syekh Mahmud Abu Shamad yang berbunyi:

“…Saya meninggalkan kekhalifahan bukan karena suatu sebab tertentu, melainkan karena tipu daya dengan berbagai tekanan dan ancaman dari para tokoh Organisasi Persatuan yang dikenal dengan sebutan Cun Turk (Jeune Turk), sehingga dengan berat hati dan terpaksa saya meninggalkan kekhalifahan itu. Sebelumnya, organisasi ini telah mendesak saya berulang-ulang agar menyetujui dibentuknya sebuah negara nasional bagi bangsa Yahudi di Palestina. Saya tetap tidak menyetujui permohonan beruntun dan bertubi-tubi yang memalukan ini. Akhirnya mereka menjanjikan uang sebesar 150 juta pounsterling emas.

Saya tetap dengan tegas menolak tawaran itu. Saya menjawab dengan mengatakan, “Seandainya kalian membayar dengan seluruh isi bumi ini, aku tidak akan menerima tawaran itu. Tiga puluh tahun lebih aku hidup mengabdi kepada kaum Muslimin dan kepada Islam itu sendiri. Aku tidak akan mencoreng lembaran sejarah Islam yang telah dirintis oleh nenek moyangku, para Sultan dan Khalifah Uthmaniah. Sekali lagi aku tidak akan menerima tawaran kalian.”

Setelah mendengar dan mengetahui sikap dari jawaban saya itu, mereka dengan kekuatan gerakan rahasianya memaksa saya menanggalkan kekhalifahan, dan mengancam akan mengasingkan saya di Salonika. Maka terpaksa saya menerima keputusan itu daripada menyetujui permintaan mereka.

Saya banyak bersyukur kepada Allah, karena saya menolak untuk mencoreng Daulah Uthmaniah, dan dunia Islam pada umumnya dengan noda abadi yang diakibatkan oleh berdirinya negeri Yahudi di tanah Palestina. Biarlah semua berlalu. Saya tidak bosan-bosan mengulang rasa syukur kepada Allah Ta’ala, yang telah menyelamatkan kita dari aib besar itu.

Saya rasa cukup di sini apa yang perlu saya sampaikan dan sudilah Anda dan segenap ikhwan menerima salam hormat saya. Guruku yang mulia. mungkin sudah terlalu banyak yang saya sampaikan. Harapan saya, semoga Anda beserta jama’ah yang anda bina bisa memaklumi semua itu.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

22 September 1909

ttd

Pelayan Kaum Muslimin
(Abdul Hamid bin Abdul Majid)


Deru langkah tentara kedengaran melangkah menuju istana. Meriam ditembakkan sebagai tanda Sultan Mehmed V dinobatkan menjadi penguasa Utsmaniyyah. Resmilah malam itu Sultan Mehmed V menjadi Khalifah ke 99 umat Islam terhitung sejak Abu Bakr al-Siddiq ra. Tetapi khalifah yang satu ini sudah tidak memiliki kekuasaan apa-apa. Hanya boneka pengumpan yang hanya akan mempercepat pemberontakan untuk pembubaran Khilafah Utsmaniyyah.

“Entahlah, di saat hidup dan matiku tidak menentu, aku merasa begitu tenang dan aman. Seperti sebuah gunung besar yang selama ini mengendap di dadaku, ketika diangkat terasa lega!” keluh Sultan Abdul Hamid

Sultan Abdul Hamid mengusap kepala anaknya Abdul Rahim yang menangis ketakutan. Anak-anaknya yang lain turut menangis. Perjalanan dari Sirkeci Istanbul menuju ke Salonika Yunani penuh misteri.

“Sabarlah anak-anakku. Jika Allah mengkehendaki kematian bagi kita, bukankah kematian itu kesudahan untuk semua.” Sultan Abdul Hamid memberi motivasi kepada seluruh kerabatnya saat.Kereta api tengah meluncur laju. Bumi khilafah ditinggalkan di belakang. Sejarah kegemilangan 600 tahun Bani Usman, berakhir malam itu. Balutan hitam yang mustahil untuk diputihkan kembali.

Di tengah suasana malam yang sejuk, Sultan Abdul Hamid II melonjorkan kakinya di atas bangku kereta api sambil dipijit-pijit oleh anaknya Fatimah.

“Sabarlah anakku, negara tidak tahu apa yang telah mereka lakukan kepada umat Muhammad ini.” Sultan mengusap wajahnya yang berlinangan air mata.

Terlalu lama Sultan dan keluarganya dikurung di istana kumuh milik Yahudi itu. Mereka dikurung dalam kamar tanpa perabotan sama sekali. Pintu dan jendela dilarang dibuka. Hari demi hari, adalah penantian kematian sebelum mati bagi Sultan dan keluarganya. Akhirnya pada tahun 1912, Sultan Abdul Hamid dipulangkan ke Istanbul, akan tetapi anak-anaknya dipisah-pisahkan, bercerai berai. Dibuang ke Perancis menjadi pengemis yang hidup terlunta-lunta di emperan jalan.

Kondisi di pembuangan Salonika atau di istana tua Beylerbeyi Istanbul sama saja bahkan lebih parah. Sultan dan beberapa anggota keluarganya yang tersisa tidak dibenarkan keluar sama sekali hatta sekedar pergi ke perkarangan istana kecuali untuk shalat Jumat di luar istana, tentunya dengan penjagaan yang super ketat. Makanan untuk Sultan dan putera puterinya ditakar sedemikian rupa, dengan kualitas makanan yang sangat rendah bahkan seluruh hartanya dirampas habis oleh tentera Ataturk.

Hari-hari yang dilalui Sultan dalam pembuangan dan pengasingan sangat menyedihkan. Dia dan keluarganya selalu diancam akan dibunuh, istana tua itu akan diledakkan. Pada suatu pagi selesai shalat Subuh, Sultan memanggil puteranya, Abdul Rahman. Dialah ahli waris terpenting setelah ketiadaan Sultan nanti.

“Kita akan berikan semua harta kita kepada pihak tentara karena mereka memaksa kita menyerahkannya.” Keluh Sultan kepada Abdul Rahman dengan nada sedih.

Puteranya itu menangis terisak hebat. Dia menjadi amat takut dengan para tentara yang bengis itu. Beberapa hari kemudian di lobi Deutche Bank, Istanbul, terjadi serah terima secara paksa semua harta Sultan, termasuk seluruh tabungan Sultan kepada pihak tentara.

Sultan tinggal di istana tua sebagai penjara di Beylerbeyi selama 6 tahun dalam kondisi yang sangat memperihatinkan. Tubuh kurus kering dan mengidap penyakit paru yang akut. Sultan benar-benar diisolasi dari dunia luar, sampai-sampai untuk mengobati penyakit saja dipersulit.

“Maafkan saya, Tuanku. Mereka tidak mengijinkan saya untuk hadir lebih awal,” dokter yang merawat Sultan Abdul Hamid sambil berbisik. Nafas Sultan Abdul Hamid turun naik. Penyakit asthmanya semakin serius. Dokter sudah tidak dapat berbuat apa-apa lagi.

Sultan Abdul Hamid II menghembuskan nafas terakhir dalam penjara Beylerbeyi pada 10 Februari, 1918. Kepergiannya diratapi seluruh penduduk Istanbul karena mereka sudah sadar. Berkat kebodohan mereka membiarkan Khilafah Utsmaniyyah dilumpuhkan setelah pencopotan jabatan khilafahnya, 10 tahun yang lalu. Menangislah… tiada sejarah yang mampu memadamkan penyesalan itu. Wa…Islama!!!

Sumber: Harb, Muhammad (1998). Catatan Harian Sultan Abdul Hamid II. Darul Qalam, ; Asy-Syalabi, Ali Muhammad (2003). Bangkit dan Runtuhnya Khilafah ‘Utsmaniyah. Pustaka Al-Kautsar, 403-425

Read more...

arti nama 'Islam'

Aqidah Muslim
20/3/2007 | 03 Rabbi al-Awwal 1428 H | Hits: 24.294

Oleh: Aus Hidayat

Di antara keistimewaan agama Islam adalah namanya. Berbeda dengan agama lain, nama agama ini bukan berasal dari nama pendirinya atau nama tempat penyebarannya. Tapi, nama Islam menunjukkan sikap dan sifat pemeluknya terhadap Allah.

Yang memberi nama Islam juga bukan seseorang, bukan pula suatu masyarakat, tapi Allah Ta’ala, Pencipta alam semesta dan segala isinya. Jadi, Islam sudah dikenal sejak sebelum kedatangan Nabi Muhammad saw. dengan nama yang diberikan Allah.

Islam berasal dari kata salima yuslimu istislaam –artinya tunduk atau patuh– selain yaslamu salaam –yang berarti selamat, sejahtera, atau damai. Menurut bahasa Arab, pecahan kata Islam mengandung pengertian: islamul wajh (ikhlas menyerahkan diri kepada Allah), istislama (tunduk secara total kepada Allah), salaamah atau saliim (suci dan bersih), salaam (selamat sejahtera), dan silm (tenang dan damai). Semua pengertian itu digunakan Alquran seperti di ayat-ayat berikut ini.
وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَاتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا


Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya. (An-Nisa’: 125)
أَفَغَيْرَ دِينِ اللَّهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ

Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan Hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan. (Ali Imran: 83)
إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ

Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. (Asy-Syu’araa’: 89)
وَإِذَا جَاءَكَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِآَيَاتِنَا فَقُلْ سَلَامٌ عَلَيْكُمْ كَتَبَ رَبُّكُمْ عَلَى نَفْسِهِ الرَّحْمَةَ أَنَّهُ مَنْ عَمِلَ مِنْكُمْ سُوءًا بِجَهَالَةٍ ثُمَّ تَابَ مِنْ بَعْدِهِ وَأَصْلَحَ فَأَنَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat kami itu datang kepadamu, Maka Katakanlah: “Salaamun alaikum (Mudah-mudahan Allah melimpahkan kesejahteraan atas kamu).” Tuhanmu Telah menetapkan atas Diri-Nya kasih sayang, (yaitu) bahwasanya barang siapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-An’am: 54)
فَلَا تَهِنُوا وَتَدْعُوا إِلَى السَّلْمِ وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ وَاللَّهُ مَعَكُمْ وَلَنْ يَتِرَكُمْ أَعْمَالَكُمْ

Janganlah kamu lemah dan minta damai padahal kamulah yang di atas dan Allah pun bersamamu dan dia sekali-kali tidak akan mengurangi pahala amal-amalmu. (Muhammad: 35)

Sementara sebagai istilah, Islam memiliki arti: tunduk dan menerima segala perintah dan larangan Allah yang terdapat dalam wahyu yang diturunkan Allah kepada para Nabi dan Rasul yang terhimpun di dalam Alquran dan Sunnah. Manusia yang menerima ajaran Islam disebut muslim. Seorang muslim mengikuti ajaran Islam secara total dan perbuatannya membawa perdamaian dan keselamatan bagi manusia. Dia terikat untuk mengimani, menghayati, dan mengamalkan Alquran dan Sunnah.

Kalimatul Islam (kata Al-Islam) mengandung pengertian dan prinsip-prinsip yang dapat didefinisikan secara terpisah dan bila dipahami secara menyeluruh merupakan pengertian yang utuh.

1. Islam adalah Ketundukan

Allah menciptakan alam semesta, kemudian menetapkan manusia sebagai hambaNya yang paling besar perannya di muka bumi. Manusia berinteraksi dengan sesamanya, dengan alam semesta di sekitarnya, kemudian berusaha mencari jalan untuk kembali kepada Penciptanya. Tatkala salah berinteraksi dengan Allah, kebanyakan manusia beranggapan alam sebagai Tuhannya sehingga mereka menyembah sesuatu dari alam. Ada yang menduga-duga sehingga banyak di antara mereka yang tersesat. Ajaran yang benar adalah ikhlas berserah diri kepada Pencipta alam yang kepada-Nya alam tunduk patuh berserah diri (An-Nisa: 125). Maka, Islam identik dengan ketundukan kepada sunnatullah yang terdapat di alam semesta (tidak tertulis) maupun Kitabullah yang tertulis (Alquran).

2. Islam adalah Wahyu Allah

Dengan kasih sayangnya, Allah menurunkan Ad-Dien (aturan hidup) kepada manusia. Tujuannya agar manusia hidup teratur dan menemukan jalan yang benar menuju Tuhannya. Aturan itu meliputi seluruh bidang kehidupan: politik, hukum, sosial, budaya, dan sebagainya. Dengan demikian, manusia akan tenteram dan damai, hidup rukun, dan bahagia dengan sesamanya dalam naungan ridha Tuhannya (Al-Baqarah: 38).

Karena kebijaksanaan-Nya, Allah tidak menurunkan banyak agama. Dia hanya menurunkan Islam. Agama selain Islam tidak diakui di sisi Allah dan akan merugikan penganutnya di akhirat nanti.
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ وَمَنْ يَكْفُرْ بِآَيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ

Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah, maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. (Ali Imran: 19)

Islam merupakan satu-satunya agama yang bersandar kepada wahyu Allah secara murni. Artinya, seluruh sumber nilai dari nilai agama ini adalah wahyu yang Allah turunkan kepada para Rasul-Nya terdahulu. Dengan kata lain, setiap Nabi adalah muslim dan mengajak kepada ajaran Islam. Ada pun agama-agama yang lain, seperti Yahudi dan Nasrani, adalah penyimpangan dari ajaran wahyu yang dibawa oleh para nabi tersebut.

3. Islam adalah Agama Para Nabi dan Rasul

Perhatikan kesaksian Alquran berikut ini bahwa Nabi Ibrahim adalah muslim, bukan Yahudi atau pun Nasrani.
وَوَصَّى بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَا بَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون

Dan Ibrahim Telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah Telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”. (Al-Baqarah: 132)

Nabi-nabi lain pun mendakwahkan ajaran Islam kepada manusia. Mereka mengajarkan agama sebagaimana yang dibawa Nabi Muhammad saw. Hanya saja, dari segi syariat (hukum dan aturan) belum selengkap yang diajarkan Nabi Muhammad saw. Tetapi, ajaran prinsip-prinsip keimanan dan akhlaknya sama. Nabi Muhammad saw. datang menyempurnakan ajaran para Rasul, menghapus syariat yang tidak sesuai dan menggantinya dengan syariat yang baru.
قُلْ آَمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ عَلَيْنَا وَمَا أُنْزِلَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَى وَعِيسَى وَالنَّبِيُّونَ مِنْ رَبِّهِمْ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ

Katakanlah: “Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya’qub, dan anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa, Isa dan para nabi dari Tuhan mereka. kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan Hanya kepada-Nyalah kami menyerahkan diri.” (Ali Imran: 84)

Menurut pandangan Alquran, agama Nasrani yang ada sekarang ini adalah penyimpangan dari ajaran Islam yang dibawa Nabi Isa a.s. Nama agama ini sesuai nama suku yang mengembangkannya. Isinya jauh dari Kitab Injil yang diajarkan Isa a.s.. Agama Yahudi pun telah menyimpang dari ajaran Islam yang dibawa Nabi Musa a.s.. Diberi nama dengan nama salah satu Suku Bani Israil, Yahuda. Kitab Suci Taurat mereka campur aduk dengan pemikiran para pendeta dan ajarannya ditinggalkan.

4. Islam adalah Hukum-hukum Allah di dalam Alquran dan Sunnah

Orang yang ingin mengetahui apa itu Islam hendaknya melihat Kitabullah Alquran dan Sunnah Rasulullah. Keduanya, menjadi sumber nilai dan sumber hukum ajaran Islam. Islam tidak dapat dilihat pada perilaku penganut-penganutnya, kecuali pada pribadi Rasulullah saw. dan para sahabat beliau. Nabi Muhammad saw. bersifat ma’shum (terpelihara dari kesalahan) dalam mengamalkan Islam.

Beliau membangun masyarakat Islam yang terdiri dari para sahabat yang langsung terkontrol perilakunya oleh Allah dan Rasul-Nya. Jadi, para sahabat Nabi tidaklah ma’shum bagaimana Nabi, tapi mereka istimewa karena merupakan pribadi-pribadi dididik langsung Nabi Muhammad. Islam adalah akidah dan ibadah, tanah air dan penduduk, rohani dan amal, Alquran dan pedang. Pemahaman yang seperti ini telah dibuktikan dalam hidup Nabi, para sahabat, dan para pengikut mereka yang setia sepanjang zaman.

5. Islam adalah Jalan Allah Yang Lurus

Islam merupakan satu-satunya pedoman hidup bagi seorang muslim. Baginya, tidak ada agama lain yang benar selain Islam. Karena ini merupakan jalan Allah yang lurus yang diberikan kepada orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah.
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Dan bahwa (yang kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), Karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalannya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa. (Al-An’am: 153)
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ

Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak Mengetahui. (Al-Jaatsiyah: 18)

6. Islam Pembawa Keselamatan Dunia dan Akhirat

Sebagaimana sifatnya yang bermakna selamat sejahtera, Islam menyelamatkan hidup manusia di dunia dan di akhirat.

Keselamatan dunia adalah kebersihan hati dari noda syirik dan kerusakan jiwa. Sedangkan keselamatan akhirat adalah masuk surga yang disebut Daarus Salaam.
وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى دَارِ السَّلَامِ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

Allah menyeru (manusia) ke darussalam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam). (Yunus: 25)

Dengan enam prinsip di atas, kita dapat memahami kemuliaan dan keagungan ajaran agama Allah ini. Nabi Muhammad saw. bersabda, “Islam itu tinggi dan tidak ada kerendahan di dalamnya.” Sebagai ajaran, Islam tidak terkalahkan oleh agama lain. Maka, setiap muslim wajib meyakini kelebihan Islam dari agama lain atau ajaran hidup yang lain. Allah sendiri memberi jaminan.
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

Pada hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. (Al-Maa-idah: 3)

Read more...

28 January 2009

memutus mata rantai bisnis lks

Dimuat Solopos, Kamis, 12 Juni 2008
Oleh:
Drs. Suharno, MM, Akuntan
Dosen Program Studi Akuntansi dan Magister Manajemen
Universitas Slamet Riyadi (Unisri) Surakarta.

Dalam sepekan terakhir Solopos menurunkan liputan tentang lika-liku bisnis Lembar Kerja Siswa (LKS). Penulis sangat mendukung pendapat berbagai pihak bahwa penggunaan LKS di sekolah-sekolah, mulai SD sampai SMA/SMK untuk ditinjau ulang. Bila mana perlu dihentikan. Sebab bila ditinjau dari berbagai aspek penggunaan LKS lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya. Dari aspek pendidikan LKS tidak sejalan, bahkan kontradiktif dengan model pembelajaran KTSP yang berbasis kompentensi, yang saat ini sedang dikembangkan.

Lihat saja LKS yang saat ini beredar, sebagian besar mutunya sangat rendah. Di bawah standar. Siswa hanya memindahkan keterangan-keterangan yang ada di buku materi ke LKS tanpa banyak berdiskusi atau berpikir. Kondisi ini mirip, sebelum jaman fotocopy, murid mencatat, sedangkan guru atau temannya menulis di papan.


Tetapi para guru sering menggunakan LKS sebagai ajian pemungkas yang paling praktis untuk memberikan Pekerjaan Rumah ( PR), yang sangat membebani siswa dan orang tua. Anak sering menjadi stres karena PR berjimbun. Orang tua menjadi repot dan kelabakan saat diminta membantu anaknya mengerjakannya. Tidaklah berlebihan bila kemudian LKS diplesetkan menjadi Lembar Kesengsaraan Siswa.

Dampak Penggunaan LKS

Model soal yang dikembangkan dalam LKS sebatas tataran kognitif. Membuat siswa tidak kreatif. Karena belajar suatu ilmu hanya kulit luarnya saja, tanpa ada pendalaman. Akibatnya yang berkembang hanya kemampuan otak kirinya saja. Dalam model pembelajaran semacam ini, siswa tak ubahnya mesin penghafal. Sedangkan bila ditinjau aspek etika sangatlah kurang pas, bila para guru harus nyambi menjual LKS secara langsung kepada para siswa. Bila guru berbisnis buku dapat dipastikan pamor dan kewibawaan di depan siswa juga akan luntur.

Di sisi sosial-ekonomi pengadaan LKS, sangat membebani orang tua murid yang tidak mampu. Mari kita kalkulasi secara kasar, bila dalam satu semester siswa membeli LKS dua kali untuk setiap mata pelajaran (mapel). Dan ada 12 mapel, berarti harus membeli 24 LKS. Harga rata-rata LKS sekitar Rp 5.000,00, sehingga dalam satu semester saja orang tua harus merogoh kocek Rp 120.000,00. Bila satu tahun tinggal mengalikan dua saja, sekitar Rp 240.000,00. Ini baru untuk beli LKS. Padahal selain LKS, orang tua siswa masih dibebani dengan berbagai biaya yang lain. Ada buku pendamping, seragam sekolah, pakain olah raga dan uang gedung.

Di samping itu, bisnis LKS ditengarai banyak menguntungkan oknum kepala sekolah dan guru tertentu saja. Dalam benak mereka yang ada adalah bagaimana mendapatkan keuntungan. LKS memang bisnis yang amat menggiurkan. Bila diasumsikan dalam satu sekolah ada sekitar 600 siswa berarti dalam setahun uang yang dibelanjakan untuk LKS mencapai Rp 144 juta. Bila penerbit memberikan discount 40 %, maka setiap tahun sekitar Rp 57,6 juta yang dinikmati pihak sekolah.

LKS hanya buku pelengkap. Namun dalam praktik LKS menjadi ” kitab suci ” para guru dan siswa. Hampir dipastikan tidak ada sekolah yang tidak menggunakan LKS. Setiap hari siswa mengerjakan tugas lewat LKS. Sementara buku acuan utama yaitu buku paket dan buku pendamping jarang digunakan.

LKS Mematikan Kreativitas

Walaupun ada dana BOS, pihak sekolah tetap saja menarik uang pembelian LKS. Berdasarkan temuan ICW banyak sekolah yang mengadakan pungutan yang tidak wajar. Riset tersebut dilakukan terhadap sejumlah Sekolah Dasar Negeri di kabupaten Sumba Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Kota Bau-bau, Kota Makasar, Kota Manado, Kota Banjarmasin, Kota Padang, Kota Jakarta, Kabupaten Garut, dan Kabupaten Tangerang. Data ICW menyebutkan selama tahun 2006, sebanyak 2.283 orang tua murid menyatakan dipungut biaya Lembar Kerja Siswa (LKS) dan buku paket rata-rata sebesar Rp 98.050,00. Selain itu temuan di lapangan menunjukkan ada penerbit dan oknum tertentu yang "memaksakan" buku LKS terbitannya untuk dipakai siswa. Modusnya mirip dengan praktik penjualan LKS di kota Solo, sebagaimana liputan Solopos, Senin, 02 Juni 2008.

Penulis berkeyakinan, sepanjang LKS masih dijadikan sebagai ajang bisnis, dapat dipastikan output pendidikan kualitasnya rendah. Sekolah hanya akan mencetak generasi LKS. Generasi yang menguasai ilmu secara instant. Guru dan siswa tidak kreatif. Inovasi pembelajaran tidak jalan.

Untuk meningkatkan mutu pendidikan, salah satu jalan adalah mata rantai bisnis LKS harus diputuskan. Siapa yang harus melakukan ? Apakah walikota harus mengeluarkan larangan, sebagaimana usulan dari sebagian kalangan masyarakat ?

Menurut penulis, pertama dan utama yang harus memutus mata rantai bisnis LKS adalah komitmen para guru dan pihak sekolah. Guru dan kepala sekolah harus berani menolak dan mengatakan tidak pada LKS. Para guru mestinya paham, LKS yang sesungguhnya adalah lembaran kerja siswa yang dirancang oleh guru yang bersangkutan. Bukan buku yang berlabel LKS.

Dalam era sertifikasi, guru dituntut memiliki kompetensi dan kemampuan menyelenggarakan pembelajaran secara profesional. Salah satu indikatornya, guru mampu menyusun dan merancang kertas kerja yang bisa merangsang siswa agar berpikir dan berdiskusi kemudian melaporkan dan mempresentasika hasil kerjanya di depan kelas dan mempraktekan dalam kehidupan keseharian.

Jangan hanya karena mengejar keuntungan finansial sesaat, guru mengorbankan anak didiknya. Apalagi saat ini kesejahteraan guru sudah lumayan, bila dibandingkan dengan profesi lainnya. Mari kita buka mata, dampak negatif penggunaan LKS. Pada siswa SD, LKS yang mesti dikerjakan secara mandiri di rumah, telah menjadi beban orang tua untuk turut serta mengerjakannya. Pada siswa SMP dan SMA, tugas-tugas LKS telah mengembangkan budaya menyontek. Hanya satu-dua siswa yang mengerjakan LKS, siswa lain beramai-ramai menyalinnya pada pagi hari sebelum mata pelajaran dimulai.

Ketika kurikulum berbasis kompetensi diterapkan di ruang kelas, masa kejayaan LKS mestinya runtuh (S. Prasetyo Utomo, 2008). Ada beberapa sebab. Pertama, tes bersama tak lagi diselenggarakan, karena evaluasi dilakukan guru yang bersangkutan, tidak lagi dibuat tim MGMP. Kedua, bahan ajar dapat diupayakan guru secara kreatif, berasal dari sumber mana pun secara bervariasi. Ketiga, kegiatan belajar-mengajar di ruang kelas memerlukan daya cipta yang lebih leluasa dibandingkan dengan hanya mengerjakan LKS.

Akan tetapi, benarkah LKS akan menghilang dari ruang-ruang kelas dalam kegiatan belajar-mengajar ? Jangan-jangan akan muncul lembar kerja atau buku bahan ajar dalam bentuk lain, yang sengaja diciptakan untuk menggantikan peran LKS ? Bisnis LKS memang menggiurkan.
Bagaimana pendapat Anda ?

Read more...

perempuan berkalung sorban: awas virus baru yang membahayakan ahlak!

perempuan berkalung sorban.

sebuah film yang saat ini begitu digandrungi, khususnya kaum muda. sebuah tamparan keras atas realita kehidupan beragama (Islam) di indonesia. dimana dengan mengatasnamakan jargon gerakan anti pendogmaan agama. memecahkan kebuntuan 'kultur' agama (Islam)'tradisional'. yang menurut mereka (para pembuat film) menyatakan betapa sempit pandangan Islam terhadap peran serta perempuan dalam kehidupan. tsumma na'udzubillah.

dengan bungkus 'religius' seolah-olah menggambarkan begitu bodohnya ajaran Islam dalam melindungi hak-hak perempuan. film yang bertujuan menunjukkan 'daya dobrak' perempuan, justru sebenarnyalah amat sangat menjatuhkan martabat perempuan. dan inilah mungkin yang tidak disadarai oleh para partisipan penggarap film tersebut.

emansipasi wanita. sebuah wacana yang berhasil dibumikan oleh para kaum zionis dan orientalis. dan begitu amat banyak juga para ilmuwan, yang bergelar pakar agama telah terjebak dalam fenomena emansipasi tersebut. semoga Alloh mengampuni.


bagaimana sebuah film yang dipuja-puja, justru mengumbar berbagai kebiasaan perempuan jahiliyah. annisa yang digambarkan mencoba untuk mengubah 'tradisi' keberagamaan, yang menurutnya sangat mengekang kebebasan seorang perempuan. dan inilah yang sebenarnya rosululloh telah memperkirakan sebagaimana belia bersabda: barang siapa menyerupai atau meniru suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.

dan tokoh annisa ini dihadirkan dengan sosok yang sempurna sebagai perempuan yang berpikir dan berperilaku sebagaimana para orientalis dan zionos bertindak. perempuan bebas bertindak apapun tanpa memandang lagi hak mereka sesungguhnya sebagai muslimah. sungguh suatu hal yang amat menyedihkan.

bagaimana sebuah nilai-nilai keagamaan coba disejajarkan dengan nilai-nilai fiksi. khayalan. khayalan dari seseorang yang ingin melepaskan nilai-nilai kemanusiaan yang telah diatur dengan begitu agung oleh Alloh dalam kitab al-Qur'an. sekaligus dicontohkan oleh rosululloh, sahabat/sahabiah, tabi'in dan para tabi'ut tabi'in.

bagaimana para sahabiah: khadijah, aisyah, ummu sulaim, Ummi Athiyah Al- Anshariyah, Ummi Kultsum, Ummi Sulaith dan masih banyak yang lain. beliau berjuang di medan perang sebagai pejuang yang mensuport secara aktif perjuangan para suami. begitu luar biasa dalam mengangkat sebuah eksistensi nilai-nilai Islam dalam perjuangan bersama rosululloh.

lalu apatah cukup dengan tokoh annisa (diperankan revalina s. temat) yang akan menggantikan kemuliaan sikap para sahabiah. sebuah 'model' yang diciptakan untuk meruntuhkan nilai-nilai mulia perempuan dengan kedok anti dogmatis. oleh karena itu berhati-hatilah wahai perempuan anak-anak dan saudaraku seiman.

inilah 'revolusi' baru pemikiran yang mencoba merongrong nilai-nilai keislaman yang sebenarnya. dan ingatlah, Alloh telah mengingatkan kita lewat surat at-Taubah: 71 yang berbunyi:
dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan sholat, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Alloh dan rosulNya. mereka akan diberi rahmat oleh Alloh; sesungguhnya Alloh Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Read more...

dakwah salafiyyah, antara klaim dan realita

Sesungguhnya pokok-pokok dakwah Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam yang diemban oleh salafush sholih begitu jelas sekali bagaikan jalan yang terang benderang. Hanya saja pasukan -pasukan ahli bid’ah menyebarkan debu-debu sybhat sehingga banyak mata manusia menjadi kabur dan buta dari dakwah Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam yang murni

Disana terdapat 72 panji pasukan-pasukan ahli bid’ah yang hendak menggeser panji Firqotun Najiyah Tho’ifah Manshuroh dari jalan yang lurus, barangsiapa mengikuti 72 panji kebid’ahan ini maka akan terhalang dari panji Th’oifah Manshuroh, 72 panji kebid’ahan ini pada jaman sekarang ini dipanggul oleh berbagai macam kelompok bid’ah modern dengan berbagai macam modelnya, mereka menggunakan politik-politik licik sebagai kendaraan untuk menyebarluaskan berbagai macam manhaj-manhaj bid’ah mereka dengan slogan “ Mempersatukan kelompok-kelompok islam untuk menegakkan daulah Islamiyyah”

Yang lebih berbahaya lagi bahwasanya sebagian da’i-da’i kelompok sesat ini dengan lantangnya mencatut nama dakwah Salafiyyah didalam gerak langkah mereka. Mereka hiasi klaim mereka ini dengan sebagian ceramah-ceramah dan tulisan-tulisan yang membela sebagian segi dari aqidah salaf, seperti Asma’ wa Shifat dan peringatan dari kesyirikan, tetapi ternyata disaat yang sama mereka juga menyebarkan ceramah-ceramah dan tulisan-tulisan yang menyelisihi dan menghantam pokok-pokok manhaj salaf.

Mereka begitu lantang melarang umat dari kesyirikan tetapi dalam waktu yang sama mereka menyelisih manhaj salaf dalam masalah imamah tentang wajibnya taat kepada pemerintah yang muslim dalam hal yang ma’ruf ! Mereka mendakwahkan aqidah salaf tetapi memecah belah ummat dan mengkotak-kotak umat didalam kelompok-kelompok dan partai-partai yang saling berseteru ! Mereka begitu gigih melawan kelompok-kelompok liberal dan sekuler tetapi diwaktu yang sama memuji dan membela kelompok kelompok kebid’ahan seperti Sayyid Quthb, Muhammad Surur, Salman al -Audah, Ahmad Tijani dan yang lainnya.Mereka mengaku da’i-da’i Ahlus Sunnah tetapi begitu sinis kepada para ulama Ahlus Sunnah seperti Syaikh al-Albani, Syaikh Muhammad Aman al-Jami, Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali dan yang lainnya. Mereka mengaku da’i-da’i salafi tetapi membenarkan tindakan penumpahan darah-darah orang orang mukmin dan orang-orang kafir dzimmi dan mu’ahad, bahkan mereka begitu getol memuji dan membela para pelakunya.

Kadang ada sebagian ahli bid’ah yang memerangi manhaj-manhaj kelompok bid’ah yang lainnya, seperti para tokoh Khawarij yang getol membantah manhaj Syi’ah atau manhaj Jaringan Islam Liberal yang merupakan musuh bagi setiap da’i salafu, kemudian ada sebagian orang terpedaya dengan sepak terjang tokoh-tokoh khawarij ini sehingga menganggap bahwa bantahan tokoh-tokoh khawarij ini terhadap kelompok Syi’ah atau JIL menjadikan mereka dimasukkan kedalam kategori du’at salafiyyin

Sesungguhnya pertentangan antara kelompok-kelompok bid’ah tidak menjadikan kelompok-kelompok bid’ah ini dimasukkan kedalam barisan Ahli Sunnah, sebagaimana Mu’tazilah tidak digolongkan oleh para ulama kedalam barisan Ahli Sunnah meskipun mereka membantah kelompok Jahmiyyah dalam masalah takdir. Demikian juga kelompok Asy ‘ariyyah tidak digolongkan Ahli Sunnah meskipun membantah Syi’ah Rafidhah, dan kelompok Khawarij tidak digolongkan Ahli Sunnah meskipun membantah kelompok Murji’ah dalam masalah iman.

Maka nampaklah urgensi garis pemisah yang memilah antara Ahlus Sunnah dan ahli bid’ah, antara dakwah salafiyyah dan dakwah hizbiyyah, terutama dizaman sekarang yang banyak para ahli bid’ah mengaku Ahli Sunnah dan banyak para hizbiyyun yang mengaku salafiyyun.

Diposting oleh rizal di 7:39 PM


Read more...

masih saja ada yang mau beramal dengan hadis dho'if

Kaum muslimin yang semoga dirahmati Allah. Saat ini telah tersebar berbagai macam perkara baru dalam agama ini (baca: bid’ah). Seperti contohnya adalah acara tahlilan/yasinan yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam dan tidak pernah pula dilakukan oleh para sahabatnya. Dan kebanyakan bid’ah saat ini terjadi dikarenakan tersebarnya hadits dho’if/lemah di tengah-tengah umat. Contoh dari hadits dho’if tersebut adalah tentang keutamaan surat yasin sehingga orang-orang membolehkan adanya yasinan. Hadits tersebut adalah, ”Bacakanlah surat yasin untuk orang mati di antara kalian”. (Hadits ini dho’if/lemah diriwayatkan oleh Abu Daud, Ibnu Majah, dan Nasa’i. An Nawawi mengatakan bahwa dalam hadits ini terdapat 2 perawi majhul/tidak dikenal).

Selain itu juga, hadits dho’if digunakan oleh sebagian orang untuk menjelaskan fadh’ail a’mal yaitu mendorong umat untuk melakukan kebaikan dan menakut-nakuti mereka agar tidak melakukan kejelekaan. Hadits dho’if (bahkan palsu) ini semakin tersebar –di zaman yang penuh kebodohan mengenai derajat hadits saat ini- baik melalui tulisan atau pun melalui lisan para da’i. Namun menjadi suatu pertanyaan penting, apakah hadits dho’if (atau bahkan palsu) boleh dijadikan sandaran hukum?! Simaklah pembahasan berikut ini.

Larangan Berdusta Atas Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam


Kaum muslimin yang semoga selalu ditunjuki oleh Allah menuju kebenaran. Perlu diketahui, bahwa berdusta atas nama Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam termasuk dosa besar karena beliau shallallahu ’alaihi wa sallam mengancam orang yang demikian dengan neraka. Sebagaimana sabda beliau shallallahu ’alaihi wa sallam,

مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
”Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaknya dia mengambil tempat duduknya di neraka”. (HR. Bukhari & Muslim).

Dari hadits ini terlihat jelas bahwasanya seseorang yang menyandarkan sesuatu kepada Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam tanpa mengetahui keshohihannya, dia terancam masuk neraka.
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam juga bersabda,

كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
”Cukuplah seseorang dikatakan berdusta, jika ia menceritakan setiap yang dia dengar.” (HR. Muslim).

Imam Malik –semoga Allah merahmati beliau- mengatakan,

”Ketahuilah, sesungguhnya seseorang tidak akan selamat jika dia menceritakan setiap yang didengarnya, dan dia tidak layak menjadi seorang imam (yang menjadi panutan, pen), sedangkan dia selalu menceritakan setiap yang didengarnya.” (Dinukil dari Muntahal Amani bi Fawa’id Mushtholahil Hadits lil Muhaddits Al Albani).

Dari perkataan Imam Malik ini terlihat bahwasanya walaupun seseorang tidak dikatakan berdusta secara langsung namun dia dapat dikatakan mendukung kedustaan karena menukil banyak hadits lalu mendiamkannya, padahal bisa saja hadits yang disampaikan dho’if atau dusta. (Lihat Muntahal Amani)

Hukum Memakai Hadits Dho’if

Setelah penjelasan larangan berdusta atas Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam yaitu seseorang tidak boleh menyampaikan suatu hadits tanpa tahu terlebih dahulu keshohihannya, maka perlu kita ketahui pula hukum menggunakan hadits dho’if dengan melihat perkataan Imam Muslim –semoga Allah merahmati beliau- berikut ini.
Imam Muslim –rahimahullah- berkata,

”Ketahuilah –semoga Allah memberikan taufiq padamu- bahwasaya wajib atas setiap orang yang mengerti pemilahan antara riwayat yang shohih dari riwayat yang lemah dan antara perowi yang tsiqoh (terpercaya, pen) dari perowi yang tertuduh (berdusta, pen); agar tidak meriwayatkan dari riwayat-riwayat tersebut melainkan yang dia ketahui keshohihan periwatnya dan terpercayanya para penukilnya, dan hendaknya dia menjauhi riwayat-riwayat yang berasal dari orang-orang yang tertuduh dan para ahli bid’ah (yang sengit permusuhannya terhadap ahlus sunnah). Dalil dari perkataan kami ini adalah firman Allah,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
”Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (Q.S. Al Hujurat: 6)

Ayat yang kami sebutkan ini menunjukkan bahwa berita orang yang fasik gugur dan tidak diterima dan persaksian orang yang tidak adil adalah tertolak.” (Muqoddimah Shohih Muslim, dinukil dari Majalah Al Furqon).

Maka dapat disimpulkan bahwa hadits dho’if tidak boleh dijadikan sandaran hukum karena periwayat hadits dho’if termasuk orang yang fasik.

Bolehkah Hadits Dho’if Digunakan dalam Fadho’il A’mal?!

Ada sebagian kaum muslimin yang sering membawakan hadits dho’if (bahkan sangat dho’if/lemah) tentang fadha’il a’amal (keutamaan berbagai amal) dalam dakwah mereka. Mereka beralasan bahwa para ulama telah sepakat bolehnya menggunakan hadits dho’if dalam fadha’il a’mal. Padahal di pihak lain, banyak ulama yang menyatakan hadits dho’if tidak boleh diamalkan secara mutlak meskipun di dalam masalah fadha’il a’mal.

Perlu kaum muslimin ketahui, bahwa maksud sebagian ulama yang membolehkan menggunakan hadits dho’if bukanlah yang dimaksudkan mereka menggunakan hadits dho’if serampangan begitu saja. Namun, maksud mereka adalah dibolehkan menggunakan hadits dho’if untuk menjelaskan fadha’il a’mal (keutamaan amalan) dalam amalan yang telah disyari’atkan dalam syari’at dengan dalil-dalil yang shohih seperti dzikir, puasa, dan sholat. Hal ini dimaksudkan agar jiwa manusia selalu mengharapkan pahala dari amalan-amalan tersebut atau menjadi takut untuk melaksanakan suatu kejelekan. Para ulama tidak menghendaki penetapan hukum syar’i dengan hadits-hadits yang dho’if/lemah yang tidak memiliki landasan pokok dari hadits yang shohih. Seperti yasinan/tahlilan tidak memiliki dalil dari hadits yang shohih sama sekali yang menjadi landasan pokok dalam penetapan hukum.

Para ulama yang membolehkan beramal dengan hadits dho’if di dalam fadho’il a’mal juga memberikan persyaratan bagi hadits yang boleh diamalkan dalam hal tersebut. Syarat-syarat tersebut adalah:

(1) Hendaknya hadits dho’if tersebut bukanlah hadits yang sangat dho’if/lemah,
(2) Hendaknya hadits dho’if tersebut masuk di bawah hadits shohih (atau minimal hasan) yang sifatnya umum,
(3) Di dalam mengamalkannya tidak diyakini keshohihannya,
(4) Hadits ini tidak boleh dipopulerkan.

Syarat-syarat di atas di dalam prakteknya sulit sekali diterapkan oleh kebanyakan kaum muslimin. Kebanyakan dari mereka tidak bisa memilah antara hadits dho’if dengan hadits yang dho’if jiddan (lemah sekali) dan antara hadits yang di dalamnya memiliki landasan dari hadits yang shohih dengan yang tidak. (Lihat Majalah Al Furqon, thn.6, ed.2 dan Ilmu Ushul Bida’)
Maka pendapat terkuat dalam hal ini adalah hadits dho’if tidak boleh digunakan sama sekali termasuk juga dalam fadha’il a’mal. Allahumma sholli ’ala Muhammad wa ’ala alihi wa shohbihi wa sallam.

Read more...

ponpes yatim gratis

sungguh menyedihkan. hanya itu ungkapanku. betapa tidak, seringkali banyak orang mengeluh atas biaya pendidikan yang tinggi. apalagi bagi mereka yang memiliki anak yatim balita khususnya.

namun inilah fenomena yang menarik. saat mereka saya tawari secara pribadi untuk menempuh pendidikan gratis ditambah dengan biaya hidup yang gratis juga, mereka menolak dengan halus. mengapa demikian?

jawabnya ternyata: aduh, kalau di pesantren nanti kan harus mengaji terus. kasihan anak saya. nanti tidak bisa bebas. sudahlah di rumah saja. wong, nanti kasihan kalau jauh dari rumah.


atau jawaban yang seperti ini: iya. coba nanti saya pikirkan. namun saat saya coba tawarkan lagi. pasti akan menolak dengan halus. padahal dengan gambalang kami jelaskan bahwa biaya mulai berangkat dari rumah kami tanggung sepenuhnya. sedangkan di pesantren sepenuh akan dibiayai pesantren. baik biaya pendidikan maupun biaya hidup.

dan yang lucu dan sekaligus membuat hati masygul, sempat saya iklankan dalam beberapa media masa. dan saat kontak saya respon. jawaban dari keluarga... ya diantara dua jawaban di atas.

kadang dalam hati sempat saya bertanya: ya Alloh, ternyata mengajak untuk berbuat baik itu sangat sulit ya. dan kecenderungan keluarga anak yatim untuk 'khawatir' bila anak masuk ke pesantren. tapi, inilah hidup.

berikut pesantren yang siap menerima anak yatim dengan gratis biaya hidup sekaligus biaya pendidikannya.

PONPES IBNU TAIMIYAH BOGOR

Kampung Pasir Tengah RT 04/03, Desa Sukaharja Kec. Cijeruk Kab. Bogor
PO BOX 599 Bogor – 16000 Telp. (0251) 7191.869, 2145.823, 211.868
Program Pendidikan
Program Ibtidaiyah setingkat SD berasrama dan non asrama
Program Mutawasithoh setingkat SLTP berlanjut ke `Aliyah asrama dan non
asrama.
( Dengan mendapatkan ijazah resmi Negara dan ijazah pesantren)

Kurikulum
Ibtidaiyah : Iqro, aqidah, fiqih, bhs Arab, siroh, bhs Indonesia, bhs
Inggris, matematika, IPA dll.
Mutawasithoh : Al Qur'an, tafsir, fiqih, aqidah, nahwu, shorof, ta'bir,
insya', siroh, matematika, bhs Indonesia, bhs Inggris, IPA dll.
Keterampilan pilihan: menjahit, las, pertukangan, komputer dll.
Tenaga Pengajar
Ust. Suryana Abdullah Lc (Syari'ah LIPIA)
Ust. Yusuf Zawawi Lc (Hadits, Univ. Madinah)
Ust. Ruslan Lc & Ust. Deno Lc (Syariah LIPIA)
Syaikh M. Ali Lc (Yaman)
Syaikh Baklar Muhammad Lc (Yaman)
Ust Musni Halim (Hafidz)
Lulusan pesantren, IKIP,Unsoed,IPB dll.

Fasilitas
20 Lokal belajar, 30 kamar mandi, masjid dan aula, lab computer dan mesin
jahit, ruang perawatan dan dokter pesantren, perpustakaan dua lantai,
lapangan, saran olahraga, dan bus pariwisata
Biaya-biaya
A.Untuk yatim – gratis 100%
B.Untuk non yatim (asrama):

1) Ibtidaiyah:
Biaya bulanan MI: Rp. 350.000 (SPP, makan,kesehatan, dll)
Uang pangkal MI: Rp. 1.500.000 (kasur,ranjang,bangunan, dll)

2) Mutawasithoh:
uang bulanan MTs: Rp.400.000 (SPP, makan,kesehatan, dll)
uang pangkal MTs: Rp. 1.700.000 (kasur,ranjang,bangunan, dll)

Infaq
Jumlah tidak ditentukan

Waktu Pendaftaran dan Seleksi
Gelombang I : 01 April – 31 Mei 2008
Gelombang II: 01 Juni – 12 Juli 2008.
Karena tempat terbatas, pendaftaran gelombang II akan ditutup jika target
gelombang II terpenuhi

Santri Yatim
Syarat Khusus:
Anak yatim putra sehat jasmani rohani.
Usia minimal 8 tahun dan maksimal 12 tahun.
Menyerahkan surat keterangan kematian ayah kandung.
Bersedia mengikuti pembelajaran s/d tingkat SLTA

Santri Non Yatim
Syarat Khusus:
Putra, sehat jasmani rohani
Surat pernyataan kesanggupan membayar seluruh biaya-biaya yang ditentukan
pesantren.
Minimal usia 6 tahun untuk SD (non asrama), 8 tahun untuk SD (asrama),
maksimal 14 tahun SLTP.
Tidak merokok, terlibat narkoba, dan zat adiktif lainnya.
Bersedia menandatangani surat kesediaan mengikuti peraturan yang berlaku di
pesantren.
Syarat-syarat Administrasi Santri Yatim dan Non Yatim
Menyerahkan fotokopi STTB SD/MI (menyusul setelah lulus).
Bagi pendaftar tingkat SD, menyerahkan raport terakhir & no. Induk Siswa
Nasional.
Menyerahkan surat keterangan lahir/akte lahir/kartu keluarga.
Menyerahkan surat keterangan sehat.
Menyerahkan pasfoto 4x6 : 1 buah.

Informasi Pendaftaran
Panitia PSB: Dadan (0251) 2153586 / 0813-11307902
Tingkat SD:
Ust. Drs. Kusmana: (0251) 2149511
Tingkat SLTP:
Ust. Ruslan Lc: 0815-9788377
Pimpinan Pesantren:
Ust. Suryana Lc.:0815-546088188

Read more...

hati-hati dari teman yang buruk




dalam sebuah diskusi kecil pasca kegiatan outbound yang kami lakukan, beberapa pemandu junior bertanya kepada saya. kata mereka: kenapa sih, kita kok harus berteman dan orang-orang yang berakhlak. dan sejauh mungkin dengan teman yang berakhlak kurang baik. maka sedikit kami sitirkan dari artikel yang pernah saya baca seperti di bawah ini:

Dalam sebuah hadits yang shahih disebutkan:

مَثَلُ الْـجَلِيْسِ الصَّالـِحِ وَالسُّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيْرِ. فَحَامِلُ الْـمِسْكِ إِمَّا أَنْ يَحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيْحًا طَيِّبَةً، وَنَافِخُ الْكِيْرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيْحًا خَبِيْثَةً

“Permisalan teman duduk yang baik dan teman duduk yang jelek seperti penjual minyak wangi dan pandai besi. (Duduk dengan) penjual minyak wangi bisa jadi ia akan memberimu minyak wanginya, bisa jadi engkau membeli darinya dan bisa jadi engkau akan dapati darinya aroma yang wangi. Sementara (duduk dengan) pandai besi, bisa jadi ia akan membakar pakaianmu dan bisa jadi engkau dapati darinya bau yang tak sedap.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan bahwa teman dapat memberikan pengaruh negatif ataupun positif sesuai dengan kebaikan atau kejelekannya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerupakan teman bergaul atau teman duduk yang baik dengan penjual minyak wangi. Bila duduk dengan penjual minyak wangi, engkau akan dapati satu dari tiga perkara sebagaimana tersebut dalam hadits. Paling minimnya engkau dapati darinya bau yang harum yang akan memberi pengaruh pada jiwamu, tubuh dan pakaianmu. Sementara kawan yang jelek diserupakan dengan duduk di dekat pandai besi. Bisa jadi beterbangan percikan apinya hingga membakar pakaianmu, atau paling tidak engkau mencium bau tak sedap darinya yang akan mengenai tubuh dan pakaianmu.



Dengan demikian jelaslah, teman pasti akan memberi pengaruh kepada seseorang. Dengarkanlah berita dari Al-Qur`an yang mulia tentang penyesalan orang zalim pada hari kiamat nanti karena dulunya ketika di dunia berteman dengan orang yang sesat dan menyimpang, hingga ia terpengaruh ikut sesat dan menyimpang.

وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَى يَدَيْهِ يَقُولُ يَالَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلاً. يَاوَيْلَتَى لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيلاً. لَقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلْإِنْسَانِ خَذُولًا

“Dan ingatlah hari ketika itu orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata, ‘Aduhai kiranya dulu aku mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku, andai kiranya dulu aku tidak menjadikan si Fulan itu teman akrabku. Sungguh ia telah menyesatkan aku dari Al-Qur`an ketika Al-Qur`an itu telah datang kepadaku.’ Dan adalah setan itu tidak mau menolong manusia.” (Al-Furqan: 27-29)

‘Adi bin Zaid, seorang penyair Arab, berkata:


عَنِ الْـمَرْءِ لاَ تَسْأَلْ وَسَلْ عَنْ قَرِيْنِهِ فَكُلُّ قَرِيْنٍ بِالْـمُقَارَنِ يَقْتَدِي
إِذَا كُنْتَ فِي قَوْمٍ فَصَاحِبْ خِيَارَهُمْ وَلاَ تُصَاحِبِ الْأَرْدَى فَتَرْدَى مَعَ الرَّدِي

Tidak perlu engkau bertanya tentang (siapa) seseorang itu, namun tanyalah siapa temannya
Karena setiap teman meniru temannya
Bila engkau berada pada suatu kaum maka bertemanlah dengan orang yang terbaik dari mereka
Dan janganlah engkau berteman dengan orang yang rendah/hina niscaya engkau akan hina bersama orang yang hina
Karenanya lihat-lihat dan timbang-timbanglah dengan siapa engkau berkawan.

Dampak Teman yang Jelek

Ingatlah, berteman dengan orang yang tidak baik agamanya, akhlak, sifat, dan perilakunya akan memberikan banyak dampak yang jelek. Di antara yang dapat kita sebutkan di sini:

1. Memberikan keraguan pada keyakinan kita yang sudah benar, bahkan dapat memalingkan kita dari kebenaran. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَأَقْبَلَ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ يَتَسَاءَلُونَ. قَالَ قَائِلٌ مِنْهُمْ إِنِّي كَانَ لِي قَرِينٌ. يَقُولُ أَئِنَّكَ لَمِنَ الْمُصَدِّقِينَ. أَئِذَا مِتْنَا وَكُنَّا تُرَابًا وَعِظَامًا أَئِنَّا لَمَدِينُونَ. قَالَ هَلْ أَنْتُمْ مُطَّلِعُونَ. فَاطَّلَعَ فَرَآهُ فِي سَوَاءِ الْجَحِيمِ. قَالَ تَاللهِ إِنْ كِدْتَ لَتُرْدِينِ. وَلَوْلاَ نِعْمَةُ رَبِّي لَكُنْتُ مِنَ الْمُحْضَرِينَ

Lalu sebagian mereka (penghuni surga) menghadap sebagian yang lain sambil bercakap-cakap. Berkatalah salah seorang di antara mereka, “Sesungguhnya aku dahulu (di dunia) memiliki seorang teman. Temanku itu pernah berkata, ‘Apakah kamu sungguh-sungguh termasuk orang yang membenarkan hari berbangkit? Apakah bila kita telah meninggal dan kita telah menjadi tanah dan tulang belulang, kita benar-benar akan dibangkitkan untuk diberi pembalasan.” Berkata pulalah ia, “Maukah kalian meninjau temanku itu?” Maka ia meninjaunya, ternyata ia melihat temannya itu di tengah-tengah neraka yang menyala-nyala. Ia pun berucap, “Demi Allah! Sungguh kamu benar-benar hampir mencelakakanku. Jikalau tidak karena nikmat Rabbku pastilah aku termasuk orang-orang yang diseret ke neraka.” (Ash-Shaffat: 50-57)

Dengarkanlah kisah wafatnya Abu Thalib di atas kekafiran karena pengaruh teman yang buruk. Tersebut dalam hadits Al-Musayyab bin Hazn, ia berkata, “Tatkala Abu Thalib menjelang wafatnya, datanglah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau dapati di sisi pamannya ada Abu Jahl bin Hisyam dan Abdullah bin Abi Umayyah ibnil Mughirah. Berkatalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Wahai pamanku, ucapkanlah Laa ilaaha illallah, kalimat yang dengannya aku akan membelamu di sisi Allah.’ Namun kata dua teman Abu Thalib kepadanya, ‘Apakah engkau benci dengan agama Abdul Muththalib?’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terus menerus meminta pamannya mengucapkan kalimat tauhid. Namun dua teman Abu Thalib terus pula mengulangi ucapan mereka, hingga pada akhirnya Abu Thalib tetap memilih agama nenek moyangnya dan enggan mengucapkan Laa ilaaha illallah. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

2. Teman yang jelek akan mengajak orang yang berteman dengannya agar mau melakukan perbuatan yang haram dan mungkar seperti dirinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang munafikin:

وَدُّوا لَوْ تَكْفُرُونَ كَمَا كَفَرُوا فَتَكُونُونَ سَوَاءً

“Mereka menginginkan andai kalian kafir sebagaimana mereka kafir hingga kalian menjadi sama.” (An-Nisa`: 89)

3. Tabiat manusia, ia akan terpengaruh dengan kebiasaan, akhlak, dan perilaku teman dekatnya. Karenanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الرَّجُلُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

“Seseorang itu menurut agama teman dekat/sahabatnya, maka hendaklah salah seorang dari kalian melihat dengan siapa ia bersahabat1.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi. Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 927)

4. Melihat teman yang buruk akan mengingatkan kepada maksiat sehingga terlintas maksiat dalam benak seseorang. Padahal sebelumnya ia tidak terpikir tentang maksiat tersebut.

5. Teman yang buruk akan menghubungkanmu dengan orang-orang yang jelek, yang akan memudaratkanmu.

6. Teman yang buruk akan menggampangkan maksiat yang engkau lakukan sehingga maksiat itu menjadi remeh/ringan dalam hatimu dan engkau akan menganggap tidak apa-apa mengurangi-ngurangi dalam ketaatan.

7. Karena berteman dengan orang yang jelek, engkau akan terhalang untuk berteman dengan orang-orang yang baik/shalih sehingga terluputkan kebaikan darimu sesuai dengan jauhnya engkau dari mereka.

8. Duduk bersama teman yang jelek tidaklah lepas dari perbuatan haram dan maksiat seperti ghibah, namimah, dusta, melaknat, dan semisalnya. Bagaimana tidak, sementara majelis orang-orang yang jelek umumnya jauh dari dzikrullah, yang mana hal ini akan menjadi penyesalan dan kerugian bagi pelakunya pada hari kiamat nanti. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

مَا مِنْ قَوْمٍ يَقُوْمُوْنَ مِنْ مَجْلِسٍ لَمْ يَذْكُرُوا اللهَ تَعَالَى فِيْهِ، إِلاَّ قَامُوْا عَنْ مِثْلِ جِيْفَةِ حِمَارٍ وَكَانَ لَهُمْ حَسْرَةً

“Tidak ada satu kaum pun yang bangkit dari sebuah majelis yang mereka tidak berzikir kepada Allah ta’ala dalam majelis tersebut melainkan mereka bangkit dari semisal bangkai keledai2 dan majelis tersebut akan menjadi penyesalan bagi mereka.” (HR. Abu Dawud. Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 77)

Demikian… Semoga ini menjadi peringatan!

(Dinukil secara ringkas dengan perubahan dan tambahan oleh Ummu Ishaq Al-Atsariyah dari kitab Al-Mukhtar lil Hadits fi Syahri Ramadhan, hal. 95-99)

1 Seseorang akan berperilaku seperti kebiasaan temannya dan juga menurut jalan serta perilaku temannya. Maka hendaknya setiap kita merenungkan dan memikirkan dengan siapa kita bersahabat. Siapa yang kita senangi agama dan akhlaknya maka kita jadikan ia sebagai teman, dan yang sebaliknya kita jauhi. Karena yang namanya tabiat akan saling meniru dan persahabatan itu akan berpengaruh baik ataupun buruk. (Tuhfatul Ahwadzi, kitab Az-Zuhd, bab 45)
2 Sama dengan bangkai keledai dalam bau busuk dan kotornya. (’Aunul Ma’bud, kitab Al-Adab, bab Karahiyah An Yaqumar Rajulu min Majlisihi wala Yadzkurullah)

Sumber Artikel: http://asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=717

Read more...

kenapa ustadz salafy tidak mau dialog dengan wahdah islamiyah?

Rabu, 28 Januari 2009 — admin

Al-Ustadz Dzulqarnain

Tanya : Kenapa tidak ada ustadz salafiyyin yang mau dialog terbuka tentang penyimpangan Wahdah Islamiyah dengan ustadz di Wahdah padahal mereka mengeluarkan pernyataaan kalau memang mereka bersalah atau menyimpang maka mereka akan rujuk.

Jawaban : Siapa yang tidak mau dialog ? Siapa yang tidak mau debat? Jelas? Debat itu boleh saja, dialog itu boleh saja. Tapi kami memandang tidak ada manfaatnya debat dengan mereka. Tidak ada manfaatnya debat dengan mereka.

1. Saya sudah pernah lakukan dengan sebagian dari mereka . Saya pernah ketemu dengan Muhammad Ikhwan Abdul Jalil. Sekarang wakil Wahdah Islamiyah (Wakil Ketua Umum DPP Wahdah Islamiyah). Dia tanya kepada saya; “Apa kesesatan kami?” Saya sebutkan 9 point, semuanya dia akui, tidak ada yang dia tolak. Apakah dia rujuk setelah itu? Wallahi, tidak ada pernyataan rujuk ! Itu yang pertama.

2. Waktu ada Yayasan Haramain disini. Mudirnya (pimpinannya-ed) yang bernama Muhammad atau Husain bin Muhammad al-Khalidi itu telah mendebat mereka semuanya . Kemudian membuatkan untuk mereka manhaj aturan-aturan aqidah yang harus mereka pegang. Dan saya baca dari aturan-aturan tersebut, lumayan bagus secara umum, walaupun ada hal-hal yang saya kritisi, tapi setelah itu mereka janji untuk dikeluarkan aturan-aturannya. Tidak dikeluarkan juga. Mereka janji akan disebarkan. Tidak dikeluarkan dan tidak disebarkan. Jelas? Apakah ini pernyataan yang rujuk?? Bahkan waktu itu, Husein ini bilang ke saya, dia sangat kecewa sekali dengan pernyataan Zaitun (Ketua Umum DPP Wahdah Islamiyah-ed) ketika sudah selesai mereka sudah sepakat, Zaitun berkata “Ini mungkin untuk berubah”. Dia sangat marah dan berkata “Apakah manhaj dan aqidah bisa berubah?” Itu sisi yang kedua.

3. Mereka sering menyebutkan bahwa kita tidak mau debat. Kalau masalah debat, bicara, saya yakin bahwa mereka tidak bisa tentang masalah mengadu hujjah dan argumen, mereka juga tahu akan kemampuan kita, dan mereka sudah mencoba itu. Dan mereka punya pelajaran di Panciro sana (salah satu desa di Kab Gowa tempat berdirinya Ma’had Tarbiyatun Nisaa’-ed), kita debat dengan orang-orang LDII. Mula-mula mereka (Wahdah Islamiyah) yang hadapi, tidak ada selesainya, cerita-cerita sana-sini. Dan alhamdulillah kita masuk…, setelah itu selesai. Orang LDII sampai sekarang Alhamdulillah selesai urusannya. Dan mereka (Wahdah Islamiyah) tahu kemampuan kami untuk itu. Tapi yang menjadi masalah orang yang membangkang tidak menerima kebenaran, tidak ada faedahnya duduk dengan mereka, tidak ada faedahnya duduk dengan mereka. Maka insyaAllahu Ta’ala, terbuka pintu (dialog-ed) jika ada manfaatnya dan ada maslahatnya.

4. Saya sudah mengeluarkan dari 5 tahun yang lalu. Kurang lebih 6 kaset penjelasan tentang kesesatan Wahdah Islamiyah, mana bantahannya? Dan saya tantang sampai sekarang mana bantahannya. Dan InsyaAllah sebentar lagi saya keluarkan buku tentang mereka. Kalau memang mereka bisa untuk berbicara ilmiyah, maka keluarkan bantahan, selesai. Biarkan orang mendengarkannya. Jangan hanya sekedar berbicara.., tidak mau debat, tidak mau ini… (seperti syubhat yang sering dilontarkan Wahdah Islamiyah terhadap para asatidzah salafy-ed)

5. Kemudian lebih daripada itu saya pernah nyatakan, saya telah tegakkan hujjah kepada mereka . Dan mereka kalau tetap seperti itu membuat kedustaan terhadap kami, maka saya tantang mereka untuk mubahalah (1) dimanapun mereka suka. Dan ini sampai sekarang masih tetap saya berlakukan dan sampaikan kepada mereka.

Ditranskrip dari salah satu pertanyaan yang disampaikan kepada Ustadz Dzulqarnain di Daurah Masjid UIN Alauddin Makassar, 09 November 2008.

Catatan : Artikel ini boleh dicopy dengan mencantumkan sumber www.groups.yahoo.com/groups/nashihah/48 .

——————–
(1) Mubahalah adalah doa yang bersungguh-sungguh diantara dua pihak yang berbeda pendapat. Tujuannya agar Allah Subhaanahu wa Ta’ala menjatuhkan kutukan berupa laknat kepada pihak yang berdusta.

Allah Subhaanahu wa Ta’alaa berfirman :

Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya): “Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya la’nat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta (QS. Al-Imran : 61)

__________

Sumber Artikel: http://almakassari.com/?p=309#more-309



Read more...

portal iklan gratis

partner portal iklan gratis, bisa anda pasang iklan gratis pada daftar portal di bawah ini:

* http://ads.hermawan.net
* http://iklan-iklan.com
* http://iklanSilver.com
* http://triklan.com
* http://iklanGold.com
* http://iklanAd.com


* http://iklanku-iklanmu.com
* http://indoFreeAds.com
* http://iklanGoogle.com
* http://iklanPrime.com
* http://EntryAd.com
* http://iklanGratis.us
* http://FreeAds.web.id
* http://iklan.terpopuler.com
* http://ADIndonesia.com
* http://Iklan-BarisGratis.com
* http://Forum-Iklan.com
* http://Media-Gratis.com
* http://1st-iklan.com
* http://Gratis-Iklan-Baris.com
* http://iklanku.net
* http://submitforall.com
* http://daniklan.com
* http://antariklan.com
* http://iklanasional.com
* http://iklan-super.com
* http://indexiklan.com
* http://iklan2009.com
* http://iklanpress.com
* http://iklanluarbiasa.com
* http://classified.web.id
* http://smart-iklan.com
* http://inihari.com
* http://aslibekas.com
* http://caragratis.com
* http://topulsa.com
* http://iklanbaristop.com
* http://instaniklan.com
* http://clickiklan.com
* http://shopiklan.com
* http://indospotiklan.com
* http://indowebiklan.com
* http://updateiklan.com
* http://mobil-2nd.com
* http://rajaiklanmaya.com
* http://banksoalujian.com
* http://queenadv.com
* http://jagadjembar.com
* http://bebekcuex.com
* http://software-tech-solutions.com
* http://superiklangratis.com
* http://butiklan.com
* http://indexhp.com
* http://www.sentrapromosi.com

Read more...

hak pilih tidak perlu diatur fatwa

Rabu, 28 Januari 2009

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa yang mengharamkan rakyat Indonesia yang berhak memilih untuk tidak mencoblos (golput) dalam pemilu. Para ulama di MUI pastilah memiliki referensi, dasar hukum, serta ijtihad sebelum membuat fatwa yang mengharamkan golput.

Tidak ada yang salah. Bahkan, baik-baik saja. Bukankah dengan begitu jumlah orang yang golput diharapkan menjadi berkurang? Dengan kata lain, siapa tahu dengan fatwa haram rakyat Indonesia akan berbondong-bondong untuk memberikan suara pada saat Pemilu 2009 serta Pilpres 2009.

Namun, apakah sampai sejauh itu -difatwaharamkan- pilihan untuk tidak memilih tanda gambar parpol atau nama calon anggota legislatif (caleg) dalam pemilu harus diatur atau dicampuri?


Meskipun fatwa haram itu bagi MUI memiliki dasar ajaran agama (Islam) yang kuat, agaknya pilihan politik tidak perlu ditarik ke dalam wacana dan praksis keagamaan. Biarlah masyarakat memilih atau tidak memilih ditentukan oleh keyakinan atau ketidakyakinannya terhadap hasil-hasil pemilu terkait perbaikan masa depannya sebagai warga negara.

Bukankah sebelum memilih untuk tidak memilih parpol, nama caleg dalam pemilu, dan capres-cawapres pilpres, masyarakat telah mengevaluasi kinerja parpol, calon wakil rakyat, atau calon presiden (capres)?

Bagi yang kontra terhadap golput akan berpendapat ada 38 parpol peserta pemilu. Ada ribuan caleg. Juga ada lebih dari dua pasangan capres-cawapres yang bisa dipilih. Apakah dari sekian banyak parpol, ribuan caleg, dan sekian pasangan capres-cawapres itu tidak ada satu pun yang dianggap aspiratif atau amanah?

Sebaliknya, bagi yang pro-golput pilihan tetaplah pilihan. Hak dan keputusan untuk tidak memberikan suara dalam pemilu adalah ungkapan sikap dan pertimbangan yang rasional.

Dalam hal ini mereka tidak bisa dipaksa dengan argumentasi, persuasi, atau ancaman hukum. Hak memilih atau tidak memilih adalah pertimbangan pribadi. Kalau dalam kenyataannya memang tidak ada satu pun parpol, caleg, atau capres-cawapres yang dianggap layak dipercaya mengemban amanah, tidak bisa dipaksa oleh siapa pun.

Oleh sebab itu, agaknya fatwa haram mengenai golput cenderung terlalu jauh mencampuri hak politik pribadi seseorang. Lagi pula, meskipun agama memiliki ajaran yang bisa mengatur semua aspek kehidupan -kaffah-, hak politik tetaplah sisi atau wilayah yang paling sulit diatur.

Mengapa? Sebab, politik sesungguhnya menyangkut siapa mendapatkan apa. Politik merupakan hal-hal yang terkait dengan upaya memperoleh atau mendapatkan kekuasaan.

Jika tidak hati-hati, fatwa haram mengenai golput ini justru bisa berkembang menjadi politisasi agama. Akibatnya, yang pro dan kontra terhadap golput bisa mengatasnamakan agama. Itu berarti dapat memicu konflik yang berbau agama secara tidak perlu.

Read more...

mengharamkan golput lebih bermasalah

Rabu, 28 Januari
Oleh Hasibullah Satrawi

Sidang Komisi Fatwa III Majelis Ulama Indonesia (MUI) se-Indonesia yang berlangsung di Padang Panjang, Sumatera Barat, 23-26 Januari 2009, mengeluarkan fatwa haram terhadap golput. Sebagaimana telah diprediksi sebelumnya, fatwa haram golput tersebut melahirkan kontroversi di tengah-tengah masyarakat luas.

Sebagian beranggapan bahwa fatwa haram seperti itu dibutuhkan untuk mengoptimalkan partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum (pemilu). Di mana pemilu merupakan momentum akbar bagi masyarakat untuk menentukan pemerintahan ke depan.

Sedangkan sebagian yang lain beranggapan bahwa fatwa haram seperti itu tidak dibutuhkan. Sebab, memilih atau tidak adalah hak bagi masyarakat, bukan kewajiban. Terlebih lagi bila golput dilakukan sebagai kritik atas semua calon pemimpin yang dianggap tidak layak.


Pertanyaannya, di manakah letak persoalan golput? Tak dapat disangkal, golput adalah persoalan penting yang harus diperhatikan banyak pihak. Golput terkait langsung dengan sebuah pemerintahan yang akan dibentuk melalui pemilu. Sedangkan pemerintahan atau kepemimpinan adalah hal mutlak dalam kehidupan.

Dua Pandangan Ekstrem

Pertanyaan berikutnya, bagaimana Islam merespons persoalan politik seperti itu? Jawaban atas pertanyaan di atas tidak bisa dilepaskan dari relasi Islam dan politik. Dalam khazanah pemikiran Islam, setidaknya, ada dua pandangan ekstrem terkait dengan wacana relasi Islam dan politik.

Pertama, pandangan yang mengatakan Islam tidak bisa dipisahkan dari politik. Islam dan politik saling berhubungan; Islam tidak dapat dipisahkan dari politik dan politik tidak dapat dipisahkan dari Islam. Pandangan inilah yang kemudian menjadi basis pemikiran bagi gerakan politik Islam.

Fatwa haram golput yang dikeluarkan MUI seperti di atas tak lain adalah buah dari pandangan yang menyatukan Islam dengan politik tersebut. Melalui pandangan seperti itu, golput sebagai persoalan politik terasa begitu dekat dengan Islam. Dan Islam yang dipahami tidak bisa dilepaskan dari politik mempunyai kewajiban untuk merespons persoalan golput. Hingga ada solusi islami bagi persoalan tersebut.

Kedua, pandangan yang mengatakan Islam harus dipisahkan dari politik. Dalam pandangan ini, Islam terlalu suci untuk dicampuradukkan dengan politik yang telanjur identik dengan perbuatan kotor dan tidak terpuji. Oleh karena itu, fatwa haram atas persoalan politik (seperti golput) adalah ''langkah menyeberang" yang terlalu jauh. Di mana langkah ini acapkali menenggelamkan Islam (sebagai agama) ke dalam jurang politik yang sarat kecurangan dan keburukan.

Jalan Tengah

Menurut hemat saya, harus ada pemikiran yang bisa menjembatani dua pemikiran ekstrem di atas. Adalah benar bahwa Islam tidak bisa dipisahkan dari politik (sebagaimana dikatakan kelompok pertama), karena faktanya kebesaran Islam tidak bisa dipisahkan dari kerja-kerja politik. Juga benar bahwa Islam tidak identik dengan politik (sebagaimana dikatakan kelompok kedua), karena faktanya Islam (secara normatif) tidak ada sangkut pautnya dengan politik.

Tetapi, Islam tak dapat dikatakan identik dengan politik. Juga tak dapat dikatakan Islam terpisah dari politik. Islam tidak identik dengan politik, tapi juga tidak bisa dipisahkan dari politik.

Politik tidak pernah menjadi doktrin pokok dalam Islam. Baik itu dalam bentuk rukun Islam maupun rukun iman. Walau demikian, Islam sangat memperhatikan kekuasaan dan perpolitikan.

Bahkan, Islam mempunyai ajaran-ajaran luhur yang dapat digunakan dalam perpolitikan dan kekuasaan, seperti sifat amanah, kejujuran, bertanggung jawab, dan lain sebagainya.

Kalau boleh diistilahkan, ajaran Islam yang terkait dengan perpolitikan dan kekuasaan masuk kategori ''norma kondisional" (at-ta'aalim az-zamaniy). Sedangkan ibadah dan muamalah sosial masuk dalam kategori ''norma fundamental" (at-ta'aalim al-ushuliy). Dalam konteks norma kondisional, Islam menggunakan pendekatan penyadaran. Sedangkan dalam konteks norma fundamental (seperti rukun Islam dan iman), Islam menggunakan pendekatan hukum yang sarat pewajiban dan larangan (al-wajib wa al-haram atau al-halal wa al-haram).

Itulah sebabnya, para ulama terdahulu menggunakan istilah haram dan wajib dalam konteks ibadah dan muamalah sosial. Di mana dua istilah itu mempunyai konotasi pahala/dosa dan keselamatan/celaka yang bersifat ukhrawi. Sedangkan dalam konteks kekuasaan dan perpolitikan, dua istilah tersebut relatif tidak digunakan.

Secara normatif, hal itu dapat dipahami. Sebab, ajaran-ajaran tentang ibadah dan muamalah sosial bersifat kamaliy atau niha'iy (sempurna). Dalam Alquran disebutkan, al-yauma akmaltu lakum dinakum.... yang secara harfiah dapat diartikan, hari ini Aku (Allah) sempurnakan agama kalian.

Hal itu berbeda dengan perpolitikan dan kekuasaan yang bercorak istimroriy (berkelanjutan). Di mana suatu perkembangan tertentu mengalami perbedaan dengan perkembangan yang lain. Inilah yang bisa menjelaskan mengapa Islam tidak membakukan suatu prosedur politik atau kekuasaan tertentu. Padahal, Islam sangat menekankan perihal urgensi politik atau kekuasaan dalam kehidupan.

Pada tahap ini, fatwa haram golput MUI menjadi persoalan yang tak kalah serius daripada golput itu sendiri. Selain karena fatwa tersebut menggunakan pendekatan hukum (haram atau halal) dalam persoalan politik yang terus bergerak, juga karena menggunakan istilah fatwa yang berkonotasi kolektif dan masif. Persoalan golput seharusnya diselesaikan dengan pendekatan penyadaran, bukan hukum!

Hasibullah Satrawi, peneliti pada Moderate Muslim Society (MMS) Jakarta

Read more...

sponsored by

Daftar ke PayPal dan langsung menerima pembayaran kartu kredit.

  ©diotak-atik oleh -- Mas 'NUZ.