headline mata hatiku

31 March 2009

nuzulul Qur'an: sebuah referensi

Fitnah “Nuzulul Qur'an"

Oleh: Hizbullah Mahmud *)

Tiap bulan Ramadhan umat Islam selalu diingatkan turunnya "nuzulul qur'an", Tapi, justru saat ini, rentetan fitnah terus menerpa.

Setiap tahun, tepatnya setelah bulan Ramadhan umat Islam selalu mendapatkan kado menarik berupa "bulan Ramadhan". Didalam bulan ini banyak terjadi peristiwa yang bersejarah, seperti turunnya Al-Qur'an "nuzulul qur'an", malam Lailatul Qadr "Malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan", dan perang Badar Kubro. Negara kita, "Indonesia" bahkan dianugerahi kemerdekaan juga pada bulan Ramadhan.

Semenjak pertama kali Al-Qur'an diturunkan "nuzulul qur'an" tepatnya tanggal 17 Ramadhan, genderang dakwah Islam pertama mulai dikumandangkan oleh baginda Rasul. Al-Qur'an tidak diturunkan serta merta 30 juz namun secara berangsung-angsur "munajjaman" kurang lebih selama 23 tahun.

Hal ini bukan tanpa alasan, namun banyak sekali hikmah yang bisa diambil didalamnya. Diantara hikmah tersebut, untuk memperkuat hati rasul serta menghilangkan sifat pesimis dalam menyampaikan dakwahnya kepada orang-orang musrik. Setiap ada cobaan dakwah, Al-Qur'an turun memberikan solusi dan penawar sehingga memberi ketenangan dan memperteguh kembali hati beliau.

Ibarat cerita film, fitnah dan musibah selalu datang silih berganti merongrong otentisitas Al-Qur'an. Di saat zaman semakin moderen, justru tantangan dakwah bertambah semakin berat. Bila pada masa dahulu para kaum kuffar hanya berani menentang syari'at yang disampaikan baginda Rasul, walaupun sebenarnya hati mereka yakin bahwa Al-Qur'an adalah kalam Allah.

Saat ini, rujukan (masdar) utama umat Islam "Qur'an dan Sunnah" sudah tidak dihormati lagi apalagi disakralkan (taqdis), malah dianggap sebagai produk budaya (muntaj tsaqofi), atau tuduhan lain, misalnya menyebut; Hegemoni Arabisme dan Quraisy, ciptaan Nabi Muhamad dsb. Yang lebih mengagetkan lagi mereka sudah berani menghina dan melecehkan sang pembuatnya "Allah swt.".

Tengok kejadian pada beberapa saat lalu, seorang dosen salah satu perguruan tinggi di Surabaya dengan rasa tidak berdosa menginjak-injak lafadz Allah swt. Tidak kalah menarik apa yang dilakukan oleh salah seorang mahasiswa Aqidah Filsafat IAIN Bandung dengan lantang dan mengepalkan tangan meneriakkan kata "Kita Berdzikir Bersama Anjing Hu Akbar". Bila tidak diantisipasi, bukan mustahil kasus yang serupa akan terjadi dimasa yang akan datang, bahkan mungkin lebih dahsyat dari dua contoh kasus diatas "Naudzubillah min dzalik".

Larangan dan hukuman

Ibnu Qoyyim dalam kitabnya "Shorimul Maslul Ala Syatimi Rosul" menyebutkan, jika pelakunya beragama Islam maka harus dihukum mati berdasarkan ijma' jumhur Ulama, sebab pelakunya digolongkan sebagai kafir dan murtad, bahkan lebih jahat dibanding orang kafir kholis (tulen), sebab mereka hanya ingkar terhadap hukum Allah tapi tidak melecehkan apalagi menghina-Nya.

Menurut Ibnu Hazm, jumhur ulama telah sepakat tentang hal ini, hanya dua kelompok saja yang mengatakan perbuatan semacam ini pelakunya tidak digolongkan kafir dan murtad yaitu kelompok Jahmiyah dan As'ariyah sebab mereka menta'rifkan iman hanya sebatas pembenaran dalam hati saja tanpa harus dibarengi jawarih (perbuatan). Oleh karena tidak mengikuti pendapat jumhur kedua kelompok ini dikategorikan sebagai "munkarul ijma'. (Al-Muhalla Juz:11 Hal: 411 Oleh: Ibnu Hazm)

Bagaimana jika mereka bertaubat, lebih jauh Ibnu Qoyyim menjelaskan, jika mereka bertaubat ada dua pendapat dalam hal ini: Pertama: menurut Imam Ahmad dan Abi Khatab, tetap harus dihukum mati meski telah bertaubat. Kedua; menurut Imam Syafi'i, Qodi Abi Yu'la dan Syarif Abi Ja'far hendaklah diajak untuk bertaubat terlebih dahulu, jika menolak maka harus dihukum mati.

Pada zaman rasul, ada seorang Yahudi yang menghinanya, kemudian salah seorang sahabat yang mendengar langsung membunuhnya. Ketika kejadian ini diceritakan kepada beliau, sahabat tersebut tidak disalahkan malah Rasul membenarkan tindakannya. Kisah selengkapnya bisa dibaca dalam (Sunan Abu Dawud juz:11 hal: 438 dan Sunan Kubro Lilbaihaqi Juz:9 Hal:200).

Lebih lanjut, Allah juga sudah memperingatkan melalui firmannya: "Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Allah akan melaknatinya didunia dan diakhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan". (QS Al Ahzab:57).

Maksud "Menyakiti Allah dan rasul-rasulNya", yaitu melakukan perbuatan- perbuatan yang tidak di ridhai Allah dan tidak dibenarkan rasul- Nya; seperti kufur, mendustakan kenabian, melecehkan, menghina dan sebagainya. Ayat ini turun berkaitan dengan peristiwa penghinaan yang menimpa Nabi takkala menikahi Sofiyah. (Jami'ul Bayan Fi Ta'wilil Qur'an Juz: 30 Hal: 322 Oleh: Imam Thobari)

Menurut Imam Ahmad, ayat diatas secara umum ditujukan kepada siapa saja yang menghina Allah dan rasulnya tanpa kecuali. Barangsiapa yang menghina Rasul maka sama saja menghina Allah dan barangsiapa yang mentaatinya maka dia telah mentaati Allah. (Tafsir Qur'anul Adzim Juz:6 Hal: 480 Oleh: Ibnu Katsir).

Para senior pengusung faham Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme (Sipilis) seperti Nasr Hamid Abu Zayd dan Hasan Hanafi sekalipun belum berani secara terang-terangan menyerang dan melecehkan Al-Qur'an --mereka baru pada batas mengkritik atau dekontruksi terhadap keduanya-- para ulama Mesir dan Al Azhar sudah menghukuminya sebagai murtad dan kafir. Anehnya justru orang yang baru kemarin sore menjadi pengikutnya sudah berani melakukan hal yang lebih dahsyat dari itu. Tapi, barangkali, inilah rentetan musibah dan fitnah sedang menerpa umat Islam saat ini. (Hidayatatullah.com)

*) Penulis adalah Mahasiswa Universitas Al Azhar Kairo Fakultas Syari'ah Islamiyah.

sumber: swara muslim

0 comments:

Post a Comment

Sampaikan pesan dengan baik. Anda sopan, saya segan. Yang sudi berkomentar di sini, semoga Allah membalas kebaikan Anda. Matur nuwun.

sponsored by

Daftar ke PayPal dan langsung menerima pembayaran kartu kredit.

  ©diotak-atik oleh -- Mas 'NUZ.